Kisah pendamping PhD Mama – Iqbal Aji Daryono: Tentang gengsi laki-laki, nyupir truk dan menulis buku
Mas Iqbal hijrah ke Perth akhir tahun 2013 untuk mendampingi istri studi S3 di Murdoch University. Apa yang melatarbelakangi keputusan tersebut?
Yang melatarbelakangi ya janji saya untuk mendukung dia sekolah sampai tinggi. Pas istri studi Master saya udah nggak nemeni. Jauh-jauhan dua tahun. Pas doktor ya akhirnya nemeni. Kebetulan kerjaan saya di Jogja juga wiraswasta, jadi gak terikat kenceng.
Respon keluarga besar saat mau berangkat seperti apa Mas?
Keluarga besar mendukung, karena mereka juga nggak suka kalo kami jauh-jauhan. Ibu saya juga gak ada masalah soal itu. Toh wiraswasta. Jadi pulang nggak terus “kehilangan jabatan” dsb. Bisa bikin bisnis lagi.
Apa saja kesibukan Mas selama di Perth? Kabarnya pengalaman jadi supir truk di Perth ditulis dalam sebuah buku? Apa yang ingin Mas sampaikan lewat buku tersebut?
Iya betul. Buku saya berjudul Out of the Truck Box. Yang ingin disampaikan ya banyak hal, hahaha. Mulai cerita-cerita yang “kurang sedap” tentang Australia, sudut pandang atas banyak hal tentang Australia dari kacamata orang Indonesia, pengalaman-pengalaman multikultural, dsb.
Kisah bagaimana saya mendapatkan pekerjaan sebagai supir truk sedikit saya tuangkan dalam buku Mbak Novi Wilkinson yang berjudul Berlibur, Beasiswa, Belajar, Bekerja dan Bermukim di Australia Barat.

Momen bersama para penulis saat launching buku “Berlibur”
Selain menulis buku, Mas rutin mengisi kolom di Detik.com, Mas bisa punya hobi menulis seperti itu apa cerita dibaliknya?
Saya baru mulai nulis pas di Perth. Sebelum ke Australia nggak pernah nulis di mana-mana. Sampai Perth, jadi rajin main Facebook (FB) lagi, cerita-cerita tentang kehidupan di sini.
Lalu lahirlah Mojok.co. Tulisan-tulisan model status FB saya diminta Mojok. Jadilah saya rajin nulis di Mojok. Lalu sejak November 2016 diminta Detik buat nulis kolom mingguan.
Ada akronim khusus – yang cenderung punya makna peyoratif – yang diberikan untuk para suami yang hijrah ke luar negeri dalam rangka mendampingi istri yaitu TURIS alias Turut Istri. Bagaimana menurut Mas?
Ya, proses sekolah di sini ternyata jadi ajang untuk sama-sama belajar. Yang student belajar formal, pasangannya belajar banyak hal lain. Mulai belajar mengkompromikan ego dengan bekerja-bekerja kasar, sesuatu yang selama ini tidak dilakukan di Indonesia, belajar beradaptasi dengan kehidupan yang sama sekali berbeda.
Orang Indonesia kan melihat kerjaan-kerjaan kasar sebagai rendahan. Ini soal konstruksi sosial saja.
Begitu ke sini, banyak pasangan yang di Indonesia punya kerjaan bagus ya terpaksa harus kerja cleaning dsb, which is gak mungkin mau dia lakukan di indonesia.
Saya kira, ini ada kaitannya dengan kesenjangan sosial yang tidak selebar di Indonesia.
Jelasnya begini. Di Australia, nilai upah untuk pekerjaan-pekerjaan fisik tidak beda-beda jauh dengan pekerjaan kantoran level karyawan. Di Perth saat ini upah perjam rata-rata 20 dolar, dan itu berlaku sama baik untuk tukang sapu maupun resepsionis kantor, misalnya.

Kerja keras demi keluarga tercinta
Untuk beberapa jenis pekerjaan dengan keterampilan dan pengetahuan tinggi semisal di bidang desain, teknologi informasi, atau pertambangan, memang ada standar lebih bagi karyawan di bidang itu. Namun beberapa perkecualian itu pun berlaku pula di pekerjaan fisik.
Seorang sopir bus TransPerth bisa mendapat 38 dolar perjam, sedangkan sopir truk gandeng gede-gede dengan trayek antarnegara bagian perjamnya bisa dapat 40 dolar, bahkan lebih. Perbedaan penghasilan yang tidak jauh-jauh amat antara pekerjaan kasar dan halus di Australia memunculkan apresiasi sosial yang juga tidak terlalu beda.
Buat anak juga begitu. Bagi saya, malah rasanya yang paling mendapat ilmu terbanyak dari fase kehidupan menemani istri sekolah adalah anak.
Anak belajar banyak sekali hal yang tidak didapatkan teman-temannya di indonesia. Tentu bahasa salah satu sisi terpentingnya.

Merantau ke negeri seberang menjadi kesempatan belajar bagi anak-anak
Bagaimana Mas menanggapi persepsi umum bahwa laki-laki tidak sepantasnya ikut istri (baik untuk urusan studi maupun bekerja) karena artinya laki-laki kehilangan “kegagahan”nya dan harus “mencampakkan ego”nya?
Itu persepsinya kaum lelaki yang tidak cukup percaya diri, hehehe. Ya saya rasa latarbelakang saya yang wiraswasta juga mempermudah keputusan untuk ikut istri. Barangkali kalau saya adalah laki-laki yang memilih jadi pegawai akan beda pertimbangannya.
Bagaimana Mas membagi tugas dengan istri selama merantau di Perth – apa saja tantangannya?
Simpel saja. Istri sekolah dan ngurusi rumah tangga. Saya banting tulang biar tetap kuat bayar sewa rumah, hahaha. Tantangannya buat istri ya membagi waktu dan tenaga utk studi dengan waktu untuk urusan rumah tangga. Apalagi saya kerja full-time yang lumayan menguras tenaga, sehingga sampe rumah sudah klenger gak bisa bantu yang lain-lain.

Jalan-jalan bersama keluarga menikmati indahnya alam Australia Barat
Kabarnya studi istri sudah hampir rampung dan Mas sekeluarga akan kembali ke Indonesia – apa harapan Mas terkait kepulangan ini? Kalau ada kesempatan merantau lagi kira2 Mas berminat nggak? š
Harapannya ya istri segera lulus laah, hahaha. Jangan sampai proses 4 tahun jadi sia-sia, karena memang tujuan utamanya di situ. Harapan lain, mudah-mudahan banyak kawan tidak lagi khawatir dengan ketidakmampuan untuk menghadapi fase sekolah di luar negeri. Banyak kan yang gitu.
Menolak kesempatan sekolah di LN karena kekhawatiran ini itu. Padahal dari situ justru semua anggota keluarga bisa belajar banyak hal. Kalo ada kesempatan jalan-jalan lagi, minat. Tp kalo empat tahun lagi, ogah š
Oke, terima kasih dan semoga sukses selalu ya Mas.
Terima kasih atas kesempatannya.
*Disarikan dari wawancara dan sumber lainnya
2 Comments
Pratiwi Kartika · August 9, 2018 at 2:40 pm
Saya selalu kagum dgn para suami yg menemani istri kuliah di LN karena bisa mengesampingkan ego demi kebaikan bersama. Bagus sharingnya bagaimana mas Iqbal dan istri sharing tanggung jawab di rumah tangga, menjadi inspirasi bagi keluarga2 lainnya. Dan senang dengernya bhw kalau sang istri sukses membawa pulang disertasinya, sang suami jg sukses bawa pulang buku dan berbagai tulisan lainnya. Sukses terus utk Anda sekeluarga!
Andara · November 11, 2021 at 3:45 pm
Mba nya, beruntung punya suami Mas iiqbal. Disayang ya…Mulai langka di Indonesia sepertinya.