Tips Menjalani Study PhD Lebih Berwarna

Published by arispamungkas88 on

Nama saya Nadia Farabi, biasa dipanggil Nadia. Saya sedang menempuh studi S3 di School of Government and International Relations, Griffith University, dengan beasiswa Australia Awards Scholarship. Di Indonesia, saya dosen di Departemen Hubungan Internasional, Universitas Diponegoro (Undip). Dalam artikel ini, saya akan berbagi pengalaman menjadi pegawai kontrak (sessional staff) di Griffith University.

Sejak seminar konfirmasi bulan Maret 2021 sampai artikel ini saya tulis bulan Agustus 2022, saya mendapat izin dari pembimbing untuk mencoba banyak hal di kampus. Sejak tahun lalu, saya sudah pernah menjadi asisten untuk suatu penelitian sekali; tiga kali menjadi asisten dosen (tutor); dan sekali membantu pengembangan satu mata kuliah baru. Di luar itu, saya pernah beberapa kali

diminta terlibat dalam marking—atau menilai tugas-tugas mahasiswa. Semuanya dibayar profesional! Saya coba bagikan beberapa tips di bawah.

Pastikan orang tahu kita ada di antara mereka

Menurut saya, ini poin paling penting sebagai mahasiswa S3. Kesempatan hanya akan datang jika orang tahu kita ada di situ; tahu kita siapa dan tahu kita menekuni apa. Kadang, sebagai mahasiswa S3 kita terlalu fokus ke diri sendiri, sampai lupa bersosialisasi, terutama dengan lingkaran utama kita di departemen—dengan para dosen, teman-teman S3 seperjuangan, bahkan admin. Padahal, salah satu yang menurut saya perlu dimanfaatkan selama S3 adalah meningkatkan jejaring. Banyak bertemu orang akan membuka kesempatan,

entah sekarang, atau nanti ketika kita sudah lulus. Beberapa tawaran mengajar yang saya dapat datang dari teman-teman sesama mahasiswa S3, yang kemudian merekomendasikan saya ke dosen-dosen yang butuh bantuan tutor.

 

Di departemen saya, setiap hari Jumat ada seminar, mengundang pembicara- pembicara dari berbagai kampus. Seminar ini dihadiri oleh dosen dan mahasiswa S3. Bisa dikatakan, seminar ini menjadi wadah dosen dan mahasiswa S3 untuk duduk dalam satu forum dan mengenal satu sama lain—paling tidak saling tahu keberadaan masing-masing. Saya bisa bilang, seminar itu jadi salah satu tempat yang membuat orang tahu ada Nadia di antara mereka—bahwa Nadia dari Indonesia, dan sedang melakukan penelitian tentang bina damai. Tawaran pekerjaan pertama saya datang dari salah seorang dosen di departemen yang pada waktu itu akan menulis buku tentang Asia Tenggara, dan salah satu studi kasusnya adalah Indonesia.

Hal lain yang dapat dilakukan untuk membuat orang lain tahu kita ada, adalah dengan mengirimkan CV ke admin departemen. Sampaikan ke mereka, jika suatu saat ada yg membutuhkan keahlian tertentu, bisa menghubungi kita. Bagi saya, dekat dengan admin departemen itu perlu! Para admin yang baik hati ini tentu akan dengan senang hati meneruskan CV kita ke para dosen. Biasanya, admin punya database semua data mahasiswa S3, untuk memudahkan para dosen yang sewaktu-waktu butuh tenaga kontrak.

Ketahui tujuan hidup

Kedua pembimbing saya selalu mengingatkan, bahwa akan ada banyak kesempatan atau tawaran yang datang selama kita menjadi mahasiswa S3. Namun, perlu bijak untuk memilih mana yang harus diiyakan, dan kapan harus menolak. Saya tidak mengelak kalau menjadi tenaga kontrak is a good money. Tutor, misalnya, minimal $140 per jam! Tapi, prioritas di sini adalah sekolah; menuntaskan riset adalah yang utama. Perlu memilah dan memilih, sesuai kebutuhan kita. Saya selalu konsultasikan terlebih dahulu ke pembimbing setiap mendapat tawaran. Kalau ada tawaran menjadi tutor, misalnya, mereka akan bertanya: “Untuk apa? Di Indonesia kamu sudah banyak mengajar. Dengan tawaran mengajar ini, apa yang ingin kamu dapatkan?” Kira-kira begitu beberapa pertanyaan dari pembimbing yang kemudian saya jadikan pertimbangan untuk mengiyakan atau menolak pekerjaan.

 

Saya tiba di Brisbane, Australia tahun 2020, beberapa bulan sebelum perbatasan Australia ditutup karena COVID19. Di tahun pertama perjalanan S3 saya, dua pembimbing saya selalu mengingatkan (dan menguatkan) untuk fokus dengan penelitian—banyak membaca, banyak berpikir kritis, menulis. Ritme tahun pertama S3 saya sebelum seminar konfirmasi sebatas itu saja. Beliau berdua hanya ingin saya fokus dengan proposal penelitian, menyiapkan seminar konfirmasi, dan tidak terdistraksi hal-hal di luar itu. Ada kalanya saya bosan, karena di Indonesia saya terbiasa melakukan banyak hal dalam satu hari, sewaktu berstatus sebagai dosen di Undip. Tapi, saya manut saran pembimbing. Katanya, saya boleh mencoba banyak hal nanti setelah seminar konfirmasi, namun tidak di tahun pertama perjalanan S3. Jadi, ya sudah, saya menjalani rutinitas layaknya mahasiswi S3 tahun pertama pada umumnya—yang penuh dengan membaca, membaca, membaca—sampai akhirnya berhasil lulus seminar konfirmasi tanpa revisi. Alhamdulillah… Setelah konfirmasi, pembimbing saya memberi lampu hijau menjadi tenaga kontrak di Griffith, dimana selain menambah cuan, tentu menambah pengalaman juga, untuk dimasukkan di CV. Yang paling saya suka dari menjadi tenaga kontrak adalah bertemu orang-orang

baru, menambah ilmu dan memperluas jejaring untuk dimanfaatkan di kemudian hari. Saya banyak belajar tentang politik Australia dari kelas-kelas dimana saya menjadi tutor, dari mahasiswa-mahasiswa di kelas tersebut. Saya belajar banyak hal baru, di luar riset yang saya dalami.

 

Sesuaikan dengan bidang yang ditekuni dan kegemaran

Masih berkaitan dengan poin sebelumnya tentang memilah dan memilih, saran saya adalah untuk mengambil tawaran yang masih sejalan, atau paling nggak, tidak terlalu jauh dari bidang yang kita tekuni. Seperti yang pembimbing saya selalu katakan, kesempatan itu akan terus datang selama orang tahu kemampuan kita. Tapi, dengan keterbatasan yang kita punya—termasuk jangan lupa, ada batasan jam kerja di visa—perlu memilih dengan bijak. Jangan sampai pekerjaan kita menyita banyak waktu dan membuat sekolah kita terbengkalai.

Selama ini, tawaran yang datang selalu sesuai dengan apa yang pernah saya tekuni sebelumnya. Saya pernah mendapat tawaran menjadi asdos untuk mata kuliah Government-Business Relations. Saya cek deskripsi mata kuliah tersebut, dan ternyata tidak jauh dengan mata kuliah Bisnis Internasional yang pernah saya ampu sewaktu di Undip. Sehingga, menurut saya, tidak perlu banyak waktu untuk menyiapkan materi. Pernah suatu ketika datang tawaran untuk mata kuliah yang menurut saya lebih ke ranah Kebijakan Publik. Saya sampaikan ke pengampu mata kuliah bahwa saya familiar dengan topik-topik dalam mata kuliah tersebut, namun background saya Hubungan Internasional sehingga khawatir tidak bisa maksimal. Menurut saya, perlu untuk jujur dan saling terbuka, sehingga semua dapat berjalan dengan baik, dan sesuai dengan harapan masing-masing pihak. Saya juga selalu sampaikan ke rekan kerja, kondisi saya

sebagai ibu dengan satu anak umur tiga tahun, supaya mereka tahu jika sewaktu- waktu saya harus membatalkan kelas karena kondisi-kondisi darurat. Karena pada akhirnya, performa kita akan dinilai, dan menjadi pertimbangan untuk tawaran-tawaran selanjutnya.

 

Kira-kira itu tips yang bisa saya bagi di sini, semoga bermanfaat. Dulu sebelum memulai perjalanan S3, saya selalu membayangkan kesempatan untuk dikenal di departemen dan mencoba banyak hal selama menjadi mahasiswa S3. Karena bagi saya, kesempatan S3 hanya datang sekali dan harus dimanfaatkan sebaik- baiknya. Alhamdulillah, meski kondisi COVID19 dengan beberapa kali lockdown dan tantangan-tantangan yang ada, saya masih mendapat kesempatan- kesempatan tersebut. Tentu ini semua juga tidak lepas dari kerja sama dengan suami dan anak. Saya punya waktu dari Senin sampai Jumat, kira-kira dari jam 9 pagi sampai jam 4 setiap harinya, to have time for myself. Selamat membuka diri dan mencoba menjadi tenaga kontrak studi S3!

 

Nadia Farabi, n.farabi@griffith.edu.au

Kandidat Doktor

School of Government and International Relations

Griffith University

Ibu dari satu balita

 

Categories: Keluargastudi

0 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: