Strategi Berburu Pembimbing Penelitian PhD
Beberapa waktu yang lalu PhD Mama Indonesia menggelar Talkshow bertajuk strategi berburu Pembimbing PhD dengan beberapa narasumber yang begitu inspiratif. mereka adalah Septaliana Dewi Prananingtyas yang merupakan Kandidat PhD Royal Melbourne Institute of Technology University, Yuhana Astuti yang merupakan Kandidat PhD Waseda University, dan Fiona Verisqa yang merupakan kandidat PhD University College London. Ketiganya saat ini sedang menjalani studi PhD di tiga negara yang berbeda yakni Australia, Jepang dan Inggris.
Setiap negara dan kampus memiliki istilah pembimbing yang beragam. Biasanya disebut Lecture, Supervisor, Profesor, Sensei dan lain-lain. Pada intinya mereka adalah orang yang membimbing kita sebagai mahasiswa selama melakukan studi PhD.
Lalu, bagaimana memulai mencari pembimbing?
Jawabannya adalah setiap orang memiliki kriteria yang berbeda-beda. seperti Fiona Verisqa yang menjelaskan bahwa mencari pembimbing dimulai dari diri sendiri dengan mengingat apa tujuan melanjutkan studi PhD agar mendapatkan pembimbing yang memiliki minat yang sama. Ia mempersepsika bahwa mencari pembimbing sama halnya dengan mencari jodoh, yaitu antara mahasiswa dan pembimbing harus gayung bersambut.
Sementara, Septaliana Dewi Prananingtyas menjelaskan bahwa mencari pembimbing dimulai dari memantapkan diri memilih topik riset yang memang menjadi passion untuk diri sendiri dan juga memiliki kebermanfaatan untuk masa depan. Ia membuat daftar hal yang dapat dikompromikan, sehingga menjadi kriteria yang memudahkan dalam mencari pembimbing. Contohnya, Ia ingin melakukan penelitian tentang Indonesia dan desentralisasi, selanjutnya ia mencari pembimbing yang tertarik dengan topik tersebut.
Tipe pembimbing yang seperti apa yang sebaiknya dicari?
Setiap pilihan pasti ada konsekuensinya, baik itu positif maupun negatif. Tidak ada yang sempurna bukan? Begitu juga dengan memilih pembimbing untuk studi PhD. Fiona Verisqa menceritakan jika pembimbing itu misalnya terkenal dan sudah senior biasanya memiliki network yang luas. Namun, pembimbing biasanya memiliki jadwal yang padat sehingga tidak bisa memberikan masukan secara detail terhadap penelitian kita. Sedangkan untuk pembimbing yang masih muda mungkin akan lebih memiliki banyak waktu, sehingga bersedia membimbing dengan lebih intens. Pembimbing menmberikan saran agar berkolaborasi misalnya pembimbing 1 adalah seorang yang senior dan populer sedangkan pembimbing 2 adalah seorang yang masih muda.
Septaliana Dewi Prananingtyas menambahkan bahwa mencari kriteria pembimbing disesuaikan dengan kebutuhan diri, misalnya kita sering merasa kesepian dan membutuhkan partner untuk diskusi maka carilah pembimbing yang memiliki banyak waktu luang untuk berdiskusi, sedangkan bila kita seorang yang mandiri cukup dijelaskan sekali atau dua kali sudah memahami, maka pilihlah pembimbing yang sudah senior dan tidak menadi masalah saat Ia sibuk.
Jika sudah mendapatkan target pembimbing, seperti apa memulai percakapannya?
Fiona Verisqa memberikan tips agar dapat mengirim email secara singkat, padat dan jelas. Tentunya yang pertama diawali dengan memperkenalkan diri, misalnya dengan memberikan CV. Ia membagi menjadi 3 poin penting yang wajib ditulis saat mengirim email kepada calon pembimbing yaitu, 1) minat penelitian, 2) pengalaman penelitian, dan 3) harapan di masa mendatang. Selain ke tiga poin tersebut, Septaliana Dewi Prananingtyas menambahkan tips agar menulis email dengan apa adanya, misalnya Ia secara terbuka menceritakan bahwa saat ini sudah di tahap akhir seleksi beasiswa, Ia juga tidak malu menjelaskan di email bahwa Ia memiliki support data dari pekerjaan yang dijalankan serta menuliskan pengalaman di masa lalu yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Dalam memilih pembimbing, Ia berani bertanya secara terus terang kepada calon pembimbing seperti “apakah dalam waktu dekat akan berpindah Universitas atau Negara?”, sehingga dapat meyakinkan dan memudahkan untuk proses ke depannya.
Perjalanan mencari pembimbing tentunya berbeda-beda. Fiona Verisqa menyampaikan bahwa setiap kampus memiliki kebijakannya masing-masing seperti misalnya ada yang bisa langsung mengirim email kepada pembimbing tetapi ada juga yang melalui admin di kampus, Ia berpetualang mengirim email kepada beberapa pembimbing dan pada akhirnya Ia yakin memilih seorang pembimbing yang diharapkan. Septaliana Dewi Prananingtyas juga berjuang menghubungi an berkomunikasi dengan 10 pembimbing sampai akhirnya mendapatkan pembimbing. Berbeda cerita dengan Yuhana Astuti yang mendapatkan pembimbing dari rekomendasi suaminya. Mencari pembimbing tidak hanya berjuang sendiri dengan riset, tetapi juga bisa melalui rekomendasi, dari kerabat seperti misalnya senior yang sudah lebih dulu melakukan studi. Yuhana Astuti yang melakukan studi di Jepang menjelaskan bahwa Jepang memiliki budaya kepercayaan yang tinggi sehingga diperlukan keterampilan dalam menjalin hubungan yang baik dengan sesama agar memudahkan proses studi.
Pada akhir talkshow, Yuhana Astuti menyampaikan agar senantiasa teliti dalam memperhatikan timeline beasiswa agar dapat menjalankan proses dengan baik sehingga dapat indah pada waktunya. Dalam closing statement, Septaliana Dewi Prananingtyas menyampaikan bahwa perjalanan menempuh PHD tentunya berbeda-beda setiap orang. Menjalani studi PhD tidak hanya diri kita sendiri, tetapi ada pembimbing, keluarga, dan orang terdekat kita. Fiona Verisqa juga mengingatkan bahwa menjalankan PhD memerlukan semangat juang tinggi untuk bisa memulai hingga akhirnya selesai.
Dari ketiga narasumber diatas, kita bisa belajar bahwa pada akhirnya setiap orang memiliki start yang berbeda dan tentunya journey yang berbeda. Oleh karena itu, nikmatilah setiap proses yang ada hingga akhirnya dapat meraih PhD dengan bahagia.
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari talkshow tersebut adalah:
- Proposal Riset
- Pilihlah yang sesuai dengan minat
- Pilihlah yang bermanfaat untuk masa depan Indonesia dan banyak orang
- Kampus Tujuan
- Pilih yang sesuai keinginan diri
- Pilih yang mungkin cocok dengan topik riset
- Memilih Pembimbing
- Kenali diri untuk memilih tipe pembimbing
- Boleh kolaborasi tipe pembimbing agar kaya akan pengetahuan
- Bisa mencari sendiri, bisa mendapatkan rekomendasi dari atasan, relasi, rekan kerja, kerabat
- Menghubungi Pembimbing via Email
- Singkat, Padat, Jelas
- Sampaikan latar belakang penelitian, keadaan sekarang dan harapan kedepan
- Jujur (Contoh: sedang di tahap akhir beasiswa)
- Networking
- Follow Sosial Media tentang Beasiswa
- Cari Komunitas sesama pejuang beasiswa
Written by,
Laksita Gama Rukmana
laksitagamar29@gmail.com
Editor: Anfa & Wawat
0 Comments