Mengejar Target Bahasa Inggris untuk Studi PhD di Australia

Sebelum mendaftar beasiswa AAS (untuk kedua kalinya), saya mengantongi nilai Academic IELTS 7. Keren kan? Eh, tapi, writingnya masih 5,5 π. Jadi, meskipun syarat minimal menuju PhD adalah 6,5, nilai saya belum memenuhi, karena masih ada band yang kurang dari 6.
Alhamdulillah, setelah mendapatkan kursus persiapan bahasa dari AAS selama 6 minggu, saya berhasil mencapai target nilai IELTS minimal untuk diterima di School of Engineering, Deakin University.
Easy right? No!
Pertama, saya memiliki target nilai IELTS yang lebih tinggi. Dalam usaha mencari supervisor, saya sebenarnya mendapatkan beberapa alternatif supervisor. Salah satunya adalah seorang calon supervisor dari universitas yang masuk ke dalam Group of Eight. Tapi supervisor ini berada di Faculty of Arts, artinya, nilai IELTS minimal yang dibutuhkan untuk masuk ke sana adalah 7 dengan nilai 6 pada masing-masing band. Dengan nilai IELTS 6,5, saya tidak mungkin masuk ke universitas itu, padahal ada juga sih harapan untuk bisa studi di salah satu member of Group of Eight.
Eh, sebenarnya, saya masih memiliki peluang untuk kesana sih. Hanya perlu melanjutkan kursus lagi di IALF dan menunda keberangkatan sampai target nilai IELTS 7 tercapai. Tapi, mood saya sudah willing to go π, saya tidak bisa menunggu, titik! Jadi, pilihan studi di fakultas teknik di young university seperti Deakin tidak masalah. Toh supervisor yang akan membimbing saya adalah salah satu pakar di bidang sumber daya air, professor pula π.
Kedua, usaha saya untuk mendapatkan nilai IELTS yang pas-pasan itu harus melalui jalan berbatu dan berliku. Perjalanan mendapatkan nilai IELTS 7 (tapi writing 5,5) itu, saya lewati melalui beberapa kali kursus persiapan IELTS. Sekitar setahun sebelumnya, saya pernah mengikuti dua kali kursus: Pertama, kursus Bahasa Inggris gratis dari pemerintah Provinsi Jawa Barat, di Bandung. Iya, saya harus menyetir beberapa hari dalam seminggu dari Cikarang β Bandung hanya untuk menghadiri kursus.
Kedua, ikut kursus intensif di IALF Jakarta, bayar sendiri, malam-malam pula π. Jadi, beberapa hari dalam seminggu, pulang kerja, saya nyetir sendirian dari Cikarang ke kemacetan Jakarta. Selesai kursus, sekitar jam 9 malam, nyetir balik lagi ke Cikarang. Aneh, Jakarta kok masih macet aja jam segitu, jadi biasanya jam 11 baru sampai di rumah, dan paginya sudah harus kerja lagi.
Mudah-mudahan kamu ngga perlu menempuh perjalanan jauh seperti saya untuk mencapai nilai IELTS yang diharapkan. Apalagi sekarang sudah ada beberapa kursus yang disediakan online. Jadi lebih memudahkan, apalagi di saat pandemi seperti ini.
Yuk, tetap semangat berusaha untuk melanjutkan sekolah ya.
*Tulisan kontribusi R Koesoemo Roekmi, PhD in Water Planning, Deakin University, Australia
0 Comments