Berburu Beasiswa di Masa Pandemi Covid-19: Melangkah Maju atau Mundur?

Published by yuhanast on

Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi merupakan impian banyak orang. Impian yang membutuhkan perjuangan lebih jika ditambah dengan keinginan mendapatkkan pembiayaan dari pihak eksternal (beasiswa). Namun, mendapatkan beasiswa juga memiliki tantangan tersendiri: tidak hanya soal memilih universitas dan bagaimana mendapatkan pembimbing (supervisor) yang sesuai, tapi juga bagaimana agar bisa mendapatkan beasiswa yang dicita-citakan.

Beasiswa Di Masa Pandemi Covid-19

Tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelum pandemi Covid-19, penawaran beasiswa oleh lembaga dari luar negeri dapat dikatakan berjalan seperti biasa. Lain halnya dengan beberapa beasiswa dari lembaga dalam negeri yang mengalami penundaan dan penyesuaian karena pandemi. Misalnya beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Luar Negeri (BPPLN) dan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) yang untuk sementara ditiadakan. Saat ini, beasiswa yang tersedia hanya beasiswa sebagian untuk biaya pendidikan selama satu semester. Sementara itu, lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tetap membuka dua jalur beasiswa untuk program master dan doktoral. Tetapi, khusus beasiswa luar negeri hanya diberikan untuk tujuan dua puluh universitas besar dunia. Penundaan dan penyesuaian penawaran beasiswa dari lembaga dalam negeri berdampak pada menumpuknya pelamar beasiswa dari lembaga luar negeri. Misalnya tahun 2020 lalu pelamar beasiwa dari pemerintah Australia (AAS) melonjak dari sekitar empat ribu orang menjadi lima belas ribu orang.

Sepertinya sudah menjadi rahasia umum bahwa kompetisi untuk mendapatkan beasiswa sangatlah ketat. Tapi hal tersebut hendaknya tidak menjadi kendala untuk tetap semangat dan memantapkan langkah untuk berburu beasiswa. Peluang tetap terbuka lebar untuk orang-orang yang tetap terus ingin berkembang dan maju. Oleh karena itu, perlu diketahui dua persiapan dasar agar ‘perburuan’ beasiswa menjadi lebih efektif dan tidak salah langkah.

1. Niat Maksimal

Persiapan dasar yang pertama adalah niat. Bukan hanya sekedar niat buta, tetapi niat maksimal yang diiringi dengan kesungguhan hati. Berjanji pada diri sendiri untuk bersungguh-sungguh melanjutkan pendidikan dan mendapatkan beasiswa untuk pembiayaannya. Dengan kata lain, bersedia melakukan persiapan yang dibutuhkan secara maksimal dan akan bertanggung jawab penuh jika sudah mendapatkannya. 

Selanjutnya, implementasikan niat tersebut dengan mulai melakukan persiapan sedini mungkin. Salah satu persyaratan beasiswa misalnya harus memiliki nilai dengan standar tertentu. Nilai ini tidak bisa didapatkan secara instan, jadi perlu dipantau bekelanjutan agar sesuai dengan standar yang diinginkan para pemberi beasiswa. Namun juga perlu diketahui bahwa nilai tidak hanya berasal dari sisi akademis. Nilai non-akademis juga menjadi pertimbangan penting, misalnya prestasi dalam lomba, pelatihan dan kegiatan berorganisasi yang pernah diikuti, serta bukti kompetensi lainnya. Di masa pembatasan aktivitas di luar rumah karena pandemi Covid-19 ini banyak sekali diselenggarakan webinar atau pelatihan-pelatihan.  Hal ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri. 

Selanjutnya, mempersiapkan dokumen-dokumen penting sebagai syarat adiministratif juga tidak dapat dilakukan secara instan. Beberapa persyaratan utama yang dibutuhkan diantaranya adalah letter of acceptance (LoA), bukti penguasaan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, dan prosposal penelitian. Bahkan beberapa beasiswa juga meminta dokumen tambahan, misalnya curriculum vitaemotivation letter atau esai dengan topik-topik tertentu. Artinya, masing-masing beasiswa memiliki kriteria dan persyaratan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu diperhatikan secara seksama jenis beasiswa, kriteria dan persyaratan yang dibutuhkan.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah menentukan universitas tujuan dan calon pembimbing (supervisor) yang sesuai dengan bidang yang ingin ditekuni. Teman-teman bisa menentukan universitas tujuan terlebih dahulu, kemudian mencari calon supervisor yang memiliki bidang yang sesuai dari univesitas tersebut. Atau menentukan dan melakukan pendekatan dahulu ke calon supervisor dan selanjutnya melakukan pendaftaran ke universitas. Hal tersebut bisa disesuaikan dengan kondisi mana yang lebih memungkinkan agar tujuan mendapatkan LoA tercapai. Beberapa lembaga pemberi beasiswa umumnya mensyaratkan untuk melampirkan LoA, selain memiliki calon supervisor ketika melakukan pendaftaran beasiswa.

2. Optimis dan Realistis

Persiapan dasar yang kedua adalah mempersiapkan mental optimis dan tetap realistis (siap dengan segala resiko kemungkinannya). Pemburu beasiswa dapat mempersiapkan mental awal dengan mengetahui apa, kapan, dimana dan bagaimana terkait beasiswa yang diinginginkan. Cara terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan membaca atau bertanya. Carilah informasi sebanyak-banyaknya baik melalui internet, bertanya kepada alumni, atau mengikuti komunitas-komunitas beasiswa. Pengalaman atau tips/trik mendapatkan beasiswa akan memberikan gambaran nyata dan membantu dalam  menetapkan target yang realistis.

Berhasil mendapatkan beasiswa saat pertama kali mendaftar adalah impian semua pemburu beasiswa. Namun perlu diingat bahwa banyak orang yang mendapatkan beasiswa setelah mereka mengalami kegagalan – bahkan mungkin gagal berkali-kali. Kegagalan tersebut memberikan pelajaran yang sangat berharga, sekaligus pembuktian bahwa kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Penyebab kegagalan untuk mendapatkan beasiswa bisa bermacam-macam, termasuk persiapan yang kurang maksimal. Mengirimkan persyaratan yang tidak sesuai dengan yang diminta oleh pemberi beasiswa. Misalnya nilai IELTS yang tidak mencukupi, atau belum punya LoA. Selanjutnya setelah persyaratan dokumen sudah terpenuhi, kemungkinan kegagalan pun masih bisa juga terjadi. Misalnya ketika proses wawancara, kurang dapat menjawab dan meyakinkan pewawancara terkait dengan proposal penelitian, rencana studi, keluarga bahkan terkait rencana masa depan setelah mendapatkan beasiswa dan lulus. Namun, tidak menutup kemungkinan ketika persyaratan sudah lengkap dan sesuai, bahkan sempurna, tapi tetap mengalami kegagalan. Ini bisa saja terjadi karena pemberi beasiswa akan memilih kandidat terbaik dari yang paling baik dengan berbagai dasar pertimbangan, selain batasan kuota jumlah penerima beasiswa. 

Beasiswa bukanlah biaya gratis yang diberikan kepada orang-orang yang sekedar berkeinginan melanjutkan pendidikan. Keberhasilan dan kegagalan menyesuaikan dengan niat, usaha dan semangat pantang menyerah. Siapapun memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil mengejar mimpinya. Pandemi Covid-19 jangan dijadikan alasan untuk lelah berburu mendapatkan beasiswa ya…selamat berjuang!

*Kontribusi Yuhana Astuti, Kandidat PhD di Waseda University. Dosen Universitas Telkom, diedit oleh Della Rahmawati.


0 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: