Anni Nurliani : Strategi Studi PhD di tahun terakhir
Bisa diceritakan tentang latar belakang studi PhD yang ditempuh? Seperti jurusan dan beasiswa?
Saya memulai studi S3 sejak Oktober 2016 di the United Graduate School of Veterinary Sciences (UGSVS), Gifu University, Jepang. Meskipun saya tercatat sebagai mahasiswa program doktor di UGSVS, Gifu University, saya menjalani studi dan melakukan riset di Obihiro University of Agriculture and Veterinary Medicine (OUVM) sebagai salah satu universitas member UGSVS dimana supervisor saya, Profesor Motoki Sasaki berada. Saya mengambil bidang Basic Veterinary Science sebagai major track saya untuk memperdalam ilmu terkait Comparative Anatomy and Reproductive Biology. Saya sangat tertarik untuk mengeksplorasi ciri anatomis dari organ reproduksi landak Jawa (Hystrix javanica) untuk dijadikan data base biologis sebagai bentuk kepedulian saya untuk mendukung usaha konservasi dan pelestarian dari spesies yang termasuk hewan dilindungi di Indonesia ini. Saya merasa sangat beruntung karena berhasil memperoleh beasiswa BUDI Luar Negeri (BUDI LN) yang merupakan sponsorship untuk pendanaan biaya studi S3 saya. Saya merupakan awardee angkatan pertama sejak skema beasiswa ini diluncurkan pertama kalinya pada tanggal 2 Mei 2016 bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Lika liku perjalanan saya berburu beasiswa hingga sukses meraih salah satu beasiswa bergengsi dari LPDP ini telah saya ceritakan dalam buku Jurnal PhDMama (JPM) yang telah terbit di bulan Kartini, tepatnya April 2019 yang lalu dengan judul “Beasiswa BUDI Membawaku ke Negeri Oshin”.
Studi di Jepang dengan membawa serta keluarga apakah ada kesulitan dalam beradaptasi di awal studi?
Selain sebagai dosen di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, kesibukan saya sehari-hari adalah sebagai seorang ibu dari 1 orang putri yang saat ini berusia 14 tahun yang diberi nama Nabilah Putri Amalia dan 1 orang putra berusia 8 tahun yang diberi nama Muhammad Zaidan. Awalnya pada Oktober 2016, saya berangkat studi sendiri tanpa keluarga. Long Distance Relationship (LDR) menjadi pilihan dan merupakan komitmen saya dan suami, Barkatullah Amin. Karena suami adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka kami harus menunggu persetujuan cuti di luar tanggungan negara (CTLN) dari instansi tempat suami bekerja terlebih dahulu, sebelum suami bisa mendampingi saya dan membawa serta buah hati kami untuk tinggal bersama di Jepang. Saat akan berangkat, saya menguatkan hati untuk berpisah sementara dengan suami dan dua buah hati tercinta sambil berharap mendapatkan solusi terbaik untuk kami sekeluarga. Ternyata proses pengajuan cuti suami sangat berliku dengan melewati birokrasi yang sangat panjang dan waktu yang tidak sebentar. Alhamdulillah, di semester ke-3 saya akhirnya bisa berkumpul dan tinggal bersama lagi dengan suami dan anak-anak di kediaman kami yang baru, di kota Obihiro, Hokkaido, Jepang. Dibalik lamanya penantian hingga bisa berkumpul kembali, terdapat hikmah yang bisa kami petik. Waktu selama 3 semester yang saya jalani tanpa keluarga telah memberikan saya kesempatan seluas-luasnya agar bisa memfokuskan diri untuk beradaptasi dengan banyak hal baru yang saya temui dan saya bisa memulai studi dengan jadwal dan perencanaan yang matang. Kesempatan tersebut juga saya gunakan untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan suami dan anak-anak ke Jepang. Saya berupaya untuk menyiapkan apartemen dengan tipe keluarga, mengumpulkan informasi tentang sekolah anak-anak, informasi tentang part time job, informasi sarana dan transportasi publik, dan lain sebagainya. Hikmahnya juga dirasakan oleh anak-anak dan suami, mereka menjadi lebih siap secara psikologis terkait rencana besar tentang kepindahan keluarga ini. Putri sulung kami menjadi memiliki cukup waktu ketika ia masih berada di Indonesia untuk mempelajari Bahasa Jepang sebagai bekalnya sebelum dia pindah sekolah ke sekolah Jepang. Waktu yang tersedia juga memberikan kesempatan kepada anak-anak kami untuk lebih dekat dengan kakek neneknya sebelum mereka meninggalkan Indonesia. Alhamdulillah orang tua saya dan suami juga sangat mengerti dan sangat merestui kepindahan kami sekeluarga untuk mendampingi saya studi di Jepang. Kami sangat bersyukur semuanya berjalan dengan lancar hingga akhirnya mereka tiba di Jepang. Salah satu yang menjadi tantangan khusus ketika tinggal di daerah Hokkaido yaitu iklim dan suhu yang ekstrim. Pulau yang terletak di bagian utara Jepang ini dikenal sebagai daerah terdingin di negara Jepang dengan suhu dibawah nol derajat celcius dan ditutupi salju yang sangat tebal ketika musim dingin tiba, yaitu sekitar Desember-Februari. Secara kebetulan, anak-anak dan suami datang ke Jepang pada bulan Maret, akhir dari musim dingin, saat yang tepat sehingga mereka bisa beradaptasi dengan mudah terhadap iklim dan suhu di Hokkaido. Selebihnya, alhamdulillah mereka bisa beradaptasi dengan cepat terhadap kehidupan mereka yang baru.

Saat ini Mbak Anni sudah kembali beraktivitas di Indonesia setelah menempuh studi di Jepang. Apakah ada pengalaman yang membekas selama studi di Jepang?
Menjalani studi S3 bersama keluarga merupakan pilihan yang tepat bagi kami sekeluarga. Saya merasakan begitu banyak hal positif yang bisa diperoleh. Saya menjadi lebih tenang dan fokus dalam menjalani studi karena keberadaan suami dan anak-anak di samping saya. Saya juga menjadi lebih produktif karenanya. Alhamdulillah selama studi saya berhasil mendapatkan dua penghargaan, pada tanggal 20-21 September 2018 saya dianugerahi “The Best Data Visualization Award” dalam The 6th Sapporo Summer Symposium for One Health (SaSSOH) di Sapporo, Jepang. Yang kedua, pada saat mengikuti the 7th Congress of the Asian Association of Veterinary Anatomists (AAVA) pada tanggal 26-27 September 2020, di Jeju, Korea Selatan, saya dianugerahi “The Best Oral Presentation Award”. Saya juga telah mempublikasikan dua buah artikel dari penelitian S3 saya, dengan judul “An Immunohistochemical Study on Testicular Steroidogenesis in the Sunda Porcupine (Hystrix javanica)”, di The Journal of Veterinary Medical Science pada tahun 2019. Artikel yang kedua berjudul “Morphological and Histological Studies on the Epididymis and Deferent Duct of the Sunda porcupine (Hystrix javanica)”, dipublikasikan pada tahun 2020. Sisi positif lain yang saya rasakan adalah anak-anak dan suami berkesempatan untuk mempelajari banyak hal positif dari negara tempat studi yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, perbedaan budaya dan berbagai karakter dan kebiasaan baik yang dimiliki oleh orang Jepang. Sejak awal saya bertekad untuk membawa keluarga ikut serta tinggal bersama saya di negeri studi karena saya ingin tidak hanya saya yang akan merasakan manfaatnya, tapi saya ingin keluarga juga merasakannya. Puncaknya adalah ketika memasuki semester ke-7, manfaat yang tidak disangka-sangka yang Allah SWT berikan kepada kami sekeluarga yaitu kami mendapat panggilan untuk berhaji ke baitullah melalui negara tempat saya studi. Masya Allah, tidak pernah kami bayangkan sebelumnya kami mendapat kesempatan yang begitu istimewa ini, terlebih lagi saat ini kami merasa sangat bersyukur sekali telah diberi kesempatan untuk berhaji di tahun 2019, sebelum masa pandemi berlangsung seperti yang sedang terjadi sekarang ini.
Apakah ada kesulitan selama menjalani studi PhD di Jepang?
Pandemi Corona yang muncul sejak akhir tahun 2019 lebih dahulu dirasakan di negara Jepang daripada di Indonesia. Kasus Covid-19 dilaporkan pertama kali di Jepang pada bulan Januari 2020 dan meluas hingga ke pulau Hokkaido pada bulan Februari 2020. Sebagai pulau tempat destinasi wisata favorit ketika musim dingin, virus Covid-19 menyebar sangat cepat ke Hokkaido dan membuat Hokkaido sebagai salah satu daerah dengan kasus tertinggi di Jepang saat itu. Akhir Februari, Gubernur Hokkaido mengumumkan perintah lockdown untuk keadaan emergency state di Hokkaido. Hal ini menyebabkan seluruh aktifitas di perkantoran, sekolah, universitas, dan tempat publik lainnya sangat dibatasi. Sekolah anak-anak ditutup dan mereka diperintahkan untuk belajar dari rumah. Demikian juga dengan di universitas, tempat saya studi, aktifitas mahasiswa dan dosen sangat dibatasi. Seluruh mahasiswa diperintahkan untuk mengikuti perkuliahan dari rumah dan hanya 1/3 dosen yang boleh bekerja dari kampus. Momen tersebut adalah momen yang paling genting sepanjang perjalanan studi S3 saya. Bagaimana tidak, ketika itu saya berada di semester akhir menuju semester 8, masa-masa ketika saya sedang dituntut menyelesaikan disertasi untuk mengejar target kelulusan yang sudah di depan mata. Ditambah dengan kondisi yang sangat tidak mudah, karena suami sudah kembali ke Indonesia sejak pertengahan Desember 2019 disebebkan masa CTLN nya telah berakhir dan anak-anak harus stay at home karena pandemi. Saya berusaha untuk tetap berpikir positif dan harus tetap kuat agar saya dan anak-anak bisa melewati kondisi itu dengan baik. Saya percaya bahwa Allah maha baik dan akan selalu bersama kami. Memasuki bulan April, kondisi lambat laun mulai bisa dikendalikan, Alhamdulillah ada kebijakan dari universitas bagi mahasiswa yang sedang berada di akhir masa studi seperti saya. Saya mendapatkan izin khusus untuk beraktifitas di kampus, tentunya dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Saya diperbolehkan untuk menemui supervisor atau mengerjakan pekerjaan lab untuk menyempurnakan disertasi saya jika ada tambahan saran dari para dosen penguji. Kesempatan tersebut saya manfaatkan sebaik-baiknya. Alhamdulillah supervisor adalah pembimbing yang sangat kooperatif dan peduli dengan masa depan studi mahasiswanya. Beliau sangat tekun membimbing dan benar-benar meluangkan waktu untuk saya demi mengejar target kelulusan tepat waktu.
Ketika menempuh studi mungkin ada strategi khusus menjelang tahun terakhir studi?
Semakin ke sini saya mulai memahami dengan rencana yang sudah Allah tetapkan untuk keluarga kami dan kemudian mengagumi dan mengakui bahwa rencana tersebut adalah rancangan terbaik dari sutradara terbaik. Siapa sangka, kegagalan rencana kami memulangkan anak-anak untuk menyusul ayahnya ke Indonesia pada akhir Maret 2020 karena pandemi ternyata selanjutnya menjadi rangkaian rencana yang indah. Karena rencana ini, maka anak-anak sebelumnya sudah mengajukan pindah sekolah ke Indonesia pada bulan Maret 2020 ketika akhir tahun ajaran di sekolah Jepang berakhir. Sehingga ketika bulan April 2020, anak-anak sudah tidak melanjutkan sekolah di Jepang lagi sambi menunggu tahun ajaran baru di buka pada bulan Juli 2020 untuk sekolah di Indonesia. Pada masa-masa ini, ketika hanya tinggal saya dan anak-anak, Alhamdulillah anak-anak bersikap sangat kooperatif, mandiri dan penuh pengertian akan kondisi saya yang tengah sibuk-sibuknya mengejar target kelulusan untuk bulan September 2020. Kehadiran anak-anak justru menjadi sumber motivasi saya untuk menyelesaikan studi. Saya berpikir saya harus bisa menylelesaikan studi saya tepat waktu demi bisa pulang membawa kembali anak-anak ke tengah-tengah keluarga yang sudah sangat menantikan kepulangan kami ke Indonesia. Sembari menyusun disertasi, saya juga menyiapkan dokumen untuk kepindahan sekolah anak-anak ke Indonesia. Alhamdulillah, tepat pada tanggal 13 Juli, anak-anak terdaftar secara resmi sebagai siswa sekolah di Indonesia dan mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) antara Indonesia-Jepang secara daring (virtual). Sekali lagi, hikmah adanya pandemi untuk keluarga kami, anak-anak bisa mengikuti sekolah di Indonesia meskipun fisik mereka masih di Jepang. Sehingga anak-anak bisa segera beradaptasi dengan kurikulum Indonesia dan bisa segera mengejar pencapaian teman-temannya. Alhamdulillah, keadaan semakin bisa teratasi dan antara kebutuhan studi dan kebutuhan keluarga semuanya bisa berjalan beriringan. Strategi yang saya terapkan selama empat tahun studi adalah disiplin waktu. Setiap hari saya menghabiskan waktu di kampus selama 10 jam, dari jam 9 pagi sampai jam 7 malam dari senin-jum’at. Selebihnya adalah waktu untuk keluarga. Saya juga sengaja memilih tempat tinggal yang dekat dengan kampus, yaitu hanya berjarak 5 menit berjalan kaki menuju kampus, dengan tujuan agar lebih menghemat waktu dan saat makan siang saya bisa pulang untuk makan siang bersama keluarga sehingga saya tetap bisa dekat terus dengan mereka. Usaha memang tak pernah mengkhianati hasil. Berkat doa dan dukungan yang tiada henti dari orang-orang tersayang, yaitu orang tua, suami, saudara dan seluruh keluarga besar yang ada di Indonesia, pada tanggal 18 September 2020, tak henti saya mengucapkan syukur, akhirnya saya berhasil menyelesaikan studi S3 saya tepat waktu dan berhak menyandang gelar PhD. Gelar ini saya persembahkan untuk keluarga tercinta, karena doa dan ridho merekalah saya bisa mencapainya.
Barangkali ada pesan yang bisa disampaikan untuk para Mamah-mamah PhD lainnya yang sedang menempuh studi dan juga di tingkat akhir?
Pesan saya untuk para perempuan Indonesia, galilah potensimu dan teruslah berkarya tanpa batas dengan tidak melupakan kodrat kita sebagai seorang istri dan ibu. Percayalah bahwa kunci keberhasilan adalah kombinasi dari segenap potensi diri, doa dan dukungan penuh keluarga, serta ridho sang sutradara kehidupan.
*Artikel ini dikemas ulang dari wawancara via email. (Ditulis oleh Lutfatulatifah , diedit oleh Della Rahmawati untuk blog phdmamaindonesia)
0 Comments