Anggia Prasetyoputri: Menjadi Istri, Ibu, Peneliti dan Pengalaman sebagai Penyintas Kanker
“You are responsible with your own happiness. Beranilah bermimpi, bekerja keras untuk mencapai mimpi itu, dan tidak usah pusing dengan omongan orang.”
Saya Anggia Prasetyoputri, peneliti pada Centre for Drug Discovery and Development – Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI. Saya mendapatkan gelar PhD dari Institute of Molecular Bioscience – University of Queensland, Australia dengan dukungan beasiswa Australia Award tahun 2015-2019. Penghargaan L’oreal UNESCO for Women in Science 2020 National Fellowship di bidang life-science adalah salah satu prestasi saya sebagai peneliti. Kali ini, ada tiga point utama yang akan saya bagikan kepada pembaca blog phdmamaindonesia: kesibukan saya saat ini, pengalaman menjalani studi PhD, khususnya ketika saya didiagnosa kanker, dan multi peran perempuan.
Waktu jadi tantangan terbesar saat ini
Saya merasa bahwa membagi waktu adalah tantangan terbesar dalam menjalani kesibukan sehari-hari sebagai seorang istri, ibu, dan juga peneliti. Untuk itulah, dukungan dari suami untuk berbagi tugas rumah tangga atau mengasuh anak sangat-lah membantu. Selain itu, saya menyadari pentingnya break dari semua aktivitas. Apalagi jika saya merasa sangat lelah, seringkali saya mencari waktu untuk saya sendiri (‘me time‘) walaupun sebentar. Akhir pekan selalu saya maksimalkan bersama keluarga untuk jalan-jalan atau sekedar makan ice cream.
Penyintas kanker
Di tahun ketiga studi, saya seperti mendapat ‘teguran’ karena mendapatkan diagnosa kanker. Awalnya saya menemukan benjolan di payudara dan setelah pemeriksaan lanjut, ternyata kondisi saya sudah memasuki stadium-3. Saat itu, saya merasa kaget, sedih sekaligus panik. Setelah berkonsultasi dengan berbagai pihak, termasuk pihak sponsor beasiswa, diputuskan bahwa perawatan akan dilakukan di Australia. Saya berpikir mungkin ini terjadi karena kesibukan yang membuat saya abai terhadap kesehatan, ditambah lagi dengan konferensi dan aktivitas penelitian di laboratorium.
Pada masa awal pengobatan saya merasa cukup berat menjalaninya. Meskipun demikian, efek tidak nyaman akibat kemo seperti pusing dan mual, masih mudah untuk dijalani. Setelah pengobatan selesai, saya dapat kembali beraktivitas seperti biasa, tetapi menjadi lebih mudah lelah, kadang mudah lupa dan ‘blank’ sehingga tetap perlu untuk beristirahat. Alhamdulillah, semua bisa dijalani dengan lancar. Saya mendapati bahwa keluarga adalah motivasi terbesar saya untuk survive.
Saya sangat bersyukur memiliki support system yang baik. Dukungan keluarga, terutama suami yang sabar mendampingi dan sangat memahami masa-masa ‘roller coaster’ dengan emosi yang campur-aduk. Suami selalu menjadi teman curhat dan membantu untuk menangani urusan rumah tangga di saat saya perlu beristirahat. Supervisor pun sangat kooperatif dengan mengijinkan saya untuk tidak datang ke laboratorium, serta memberi perpanjangan waktu selama 3 bulan untuk menyelesaikan disertasi. Teman-teman juga membantu untuk menjaga anak-anak, mengirimkan makanan, atau sekedar menanyakan kabar sebagai penyemangat. Selain itu, dokter juga memberikan positive encouragement, seperti mengatakan kalau kanker yang saya alami termasuk ‘mudah’ untuk ditangani. Bertemu dengan pasien kanker lain yang lebih berat juga membantu saya untuk tetap bersyukur atas situasi yang dihadapi.
Penyakit ini memberikan pelajaran berharga bagi saya. Kondisi ini memberikan saya kesempatan untuk ‘look back’ terhadap hal yang telah dilakukan dan menyadari banyak hal yang ‘fall into place’ dengan tepat. Saya merasa bahwa sudah ada yang mengatur semua. Terus terang, ini membuat saya menjadi lebih realistis, tidak ambisi berlebihan dan ngoyo.
Makna Hari Ibu sebagai perempuan multi peran
Menurut saya, aktualisasi diri seorang perempuan tidak harus membedakan antara perempuan yang beraktivitas di dalam ataupun di luar rumah. Bagi saya, menjalani multi peran seperti saat ini memberi perspektif yang berbeda dan memberikan manfaat, seperti misalnya memperluas wawasan. Selanjutnya, keterampilan dan pengetahuan yang didapatkan nantinya dapat ditransfer untuk keluarga. Sehingga, beraktivitas di dalam atau di luar rumah memiliki peran yang sama pentingnya. Semua kembali pada niat baik di awal, manfaat yang didapatkan, dan merasa bahagia atas peran yang dijalani.
Walaupun perempuan diciptakan dengan memiliki banyak kemampuan, tiap orang akan berbeda-beda kemampuannya. Jangan merasa bukan apa-apa jika dibandingkan orang lain. Ingat bahwa setiap perempuan dapat mengaktualisasikan diri menjadi apapun. Jadi, berani bermimpi untuk menjadi apapun yang diinginkan dan bekerja keras untuk mencapainya. Bila berkaca pada pengalaman, saya pun dulu tak pernah menyangka akan bersekolah di luar negeri dan berada di titik seperti saat ini. Tidak usah terlalu memikirkan omongan orang, karena orang lain tidak berada di posisi kita dan tidak bisa merasakan apa yang kita rasakan sehingga tidak memahami kondisi yang sebenarnya.
*Artikel ini dikemas ulang dari tayangan seri #pengalamanperempuan dalam menyambut Hari Ibu 2020 di Youtube channel phdmamaindonesia. Artikel ini ditulis oleh Faranita dan diedit oleh Amelia.
1 Comment
Heri S · September 30, 2021 at 11:38 pm
Nyasar kesini:
http://lipi.go.id/berita/LIPI-Berhasil-Peroleh-Sekuens-Genom-Utuh-Virus-SARS-CoV-2-dengan-Teknologi-Oxford-Nanopore/22140
sebeumnya kesini:
https://www.fluoridefreepeel.ca/68-health-science-institutions-globally-all-failed-to-cite-even-1-record-of-sars-cov-2-purification-by-anyone-anywhere-ever/
Bisakah didamaikan?