Shanti Andin: Beasiswa AAS untuk Double Master serta Menjalani Peran sebagai Full-time Worker and Student Mom
Senang sekali pada kesempatan ini saya dapat berbincang dengan Mbak Shanti Andin, seorang penerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) untuk studi Master of Educational Studies di The University of Queensland. Saat ini, Mbak Shanti berkesibukan sebagai Assessment Manager di Sekolah.mu serta berpraktek menjadi Psikolog. Di samping itu, Mbak Shanti juga merupakan seorang Ibu dari dua anak. Berikut intisari dari obrolan saya dengan Mbak Shanti yang menurut saya padat dan insightful.
Halo Mbak Shanti Andin, terima kasih banyak atas waktu yang diluangkan untuk PhD Mama Indonesia. Bagaimana Mbak Shanti memandang pendidikan, terutama dari sudut pandang perempuan, khususnya seorang ibu?
Menurut saya, untuk pendidikan dasar dari SD hingga SMA merupakan kewajiban yang tidak terbatas pada gender. Selepas pendidikan dasar, saya percaya bahwa pendidikan lanjutan setelah pendidikan dasar merupakan cara atau alat, bukan merupakan tujuan. Setiap orang bebas untuk memiliki tujuan yang beragam yang dicapai melalui pendidikan lanjut. Tujuan ini dapat berupa peningkatan karir ataupun perolehan pengalaman bagi diri sendiri dan keluarga. Untuk perempuan, pendidikan lanjut juga dapat menjadi sarana penanaman values yang dimiliki dan ingin dikampanyekan ke keluarga dan lingkungan sekelilingnya.
Kalau saya lihat di Instagram, Mbak Shanti punya passion di menerjemahkan buku? Boleh cerita lebih banyak tentang ini Mbak?
Selepas lulus dari pendidikan sarjana, saya pernah memiliki pengalaman menjadi seorang penerjemah lepas (freelance) selama kurang lebih dua tahun di suatu penerbit buku Sejarah untuk menerjemahkan buku dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia, serta penerjemah untuk teks-teks ilmiah. Menariknya, topik yang diterjemahkan bukan topik yang sesuai dengan latar belakang pendidikan yang saya miliki, sehingga saya berkesempatan untuk mempelajari beberapa subjek antara lain mengenai Sejarah dan Kesehatan.
Apa yang mendasari keinginan Mbak Shanti melanjutkan studi hingga jenjang Magister?
Selepas studi S1 di tahun 2010, saya menjalani pendidikan magister yang pertama melalui program studi Magister Psikologi Profesi di tahun 2011 hingga 2013 yang didasari oleh keinginan saya untuk menjadi dosen sekaligus praktisi. Setelah mendapatkan gelar magister dan praktik menjadi Psikolog selama lima tahun, saya merasa bahwa ilmu yang saya miliki perlu di-upgrade. Saya merasa memiliki banyak pertanyaan yang belum saya temukan jawabannya. Selain itu, saya merasa keahlian saya perlu ditingkatkan terutama untuk menghadapi klien-klien.
Hal tersebut juga mendasari saya untuk mengambil program Master by Coursework . Saya tidak memilih program Master by Research ataupun doktoral karena saya ingin mempelajari hal-hal baru serta meningkatkan skill. Dalam menentukan universitas tujuan, saya juga memastikan bahwa mata kuliah yang diajarkan pada universitas tersebut adalah mata kuliah yang dapat mendukung tujuan untuk meningkatkan keahlian psikolog sesuai yang saya harapkan. Pilihan lalu dijatuhkan pada program studi Master of Educational Studies (Guidance, Counselling, and Careers) di The University of Queensland Australia.
Saat memutuskan untuk melanjutkan studi, mengapa Mbak Shanti memilih AAS sebagai dukungan beasiswa untuk studi?
Awalnya karena saat itu saya sudah berkeluarga dan sudah memiliki satu anak, pilihan negara tujuan studi adalah hasil kompromi dengan suami dengan memilih negara yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Indonesia serta memiliki iklim yang mendekati iklim di Indonesia. Dari hasil diskusi dengan rekan-rekan saya yang berkuliah di Australia, saya disarankan untuk mendaftar beasiswa AAS. Pendaftaran beasiswa AAS memerlukan dokumen yang relatif lebih sederhana dibandingkan dengan beasiswa yang lain. Sebagai contoh, dokumen hasil tes Bahasa Inggris yang disyaratkan oleh AAS dapat berupa TOEFL PBT (paper-based), tidak harus TOEFL IBT ataupun IELTS. Selain itu, AAS memperbolehkan pendaftar yang ingin mengambil kuliah Master untuk yang kedua kalinya.
Salah satu persyaratan dari pendaftaran beasiswa AAS adalah nilai kemampuan Bahasa Inggris berupa TOEFL/IELTS. Apakah Mbak Shanti memiliki kiat tersendiri dalam belajar dan mempersiapkan diri untuk tes Bahasa Inggris tersebut agar dapat mencapai skor yang diharapkan?
Seleksi beasiswa AAS terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah seleksi berkas yang dapat menggunakan nilai TOEFL PBT. Kebetulan saya sudah pernah mencapai nilai skor minimum yang disyaratkan. Untuk tahap kedua, terdapat seleksi wawancara dan IELTS yang dibiayai oleh AAS. Persiapan IELTS ini lah yang menurut saya pribadi membutuhkan persiapan lebih, karena sebelumnya saya bahkan tidak memiliki bayangan bentuk soal tes IELTS seperti apa.
Persiapan kala itu kebetulan cukup singkat, karena saya hanya memiliki waktu sekitar dua minggu untuk mempersiapkan diri. Saya mengalokasikan waktu untuk belajar intensif IELTS secara mandiri, karena dari sisi waktu dan finansial untuk mengikuti kursus persiapan IELTS bagi saya saat itu cukup sulit. Jadi, saya mencari buku-buku latihan soal IELTS serta channel youtube dan blog yang membagikan tips persiapan tes IELTS untuk mendaftar beasiswa AAS. Saat itu saya membuat jadwal untuk mengatur waktu, di mana saya bisa mengalokasikan antara 1 hingga 4 jam sehari untuk mempelajari materi IELTS. Saya juga mencoba mengerjakan latihan soal, sehingga saya dapat menemukan kelemahan saya di antara materi Listening, Reading, Writing, dan Speaking. Mengingat waktu yang saya miliki hanya dua minggu, maka saya harus memfokuskan pembelajaran pada materi yang paling perlu saya tingkatkan.
Untuk kemampuan speaking, saya mencoba merekam suara saat berbicara, namun tentunya dengan kesadaran penuh bahwa hasilnya tidak akan optimal. Dan memang pada akhirnya, nilai Speaking saya termasuk paling rendah di antara empat materi yang ada. Sedangkan untuk Writing, saya lebih tahu kriteria penulisan yang baik yang dinilai oleh IELTS. Pada website resmi IELTS terdapat keterangan mengenai kriteria penulisan sesuai dengan nilai band-nya. Selain itu, menurut saya apabila seseorang sudah dapat menulis dalam Bahasa Indonesia dengan baik, maka akan lebih mudah adaptasinya ketika menulis dalam Bahasa Inggris.
Selama dua minggu saya mempersiapkan diri untuk tes IELTS. Saya juga selalu mengonsumsi media dalam Bahasa Inggris. Semua yang saya baca serta podcast yang saya dengar adalah materi-materi dalam Bahasa Inggris. Dan tentunya dibarengi berdoa agar materi Speaking dan Writing yang didapat nanti adalah materi yang saya pahami.
Untuk esai pendaftaran, poin-poin apa sajakah menurut Mbak Shanti yang perlu diperhatikan dałam menulisnya?
Penulisan esai pada pendaftaran AAS dilakukan melalui formulir pendaftaran yang ada di website dengan jumlah kata kurang lebih 200. Sebelum mengisikan esai pada form tersebut, saya menuliskan draft-nya di dalam dokumen Word, sehingga saya bisa mengecek grammar serta typo yang mungkin ada. Saya juga meminta saran dan masukan atas esai saya dari rekan-rekan penerima beasiswa AAS.
AAS membagikan kriteria orang-orang yang dipilih sebagai penerima beasiswa pada website resminya. Kriteria tersebut adalah academic competence, potential outcome, specifically the contribution to development outcomes in Indonesia, serta professional and personal leadership attributes including relevant work experience. Maka dari itu, dalam pengisian esai perlu ditunjukkan poin-poin kriteria tersebut. Contohnya, mengenai kontribusi, harus sudah jelas dan konkret mengenai kontribusi yang diusulkan. Kontribusi tersebut tidak normatif dan tidak harus besar. Kita dapat menuliskan rencana kontribusi di ruang lingkup yang kecil misalnya di instansi tempat bekerja asal memang bisa dikaitkan dengan development.
Yang paling penting juga adalah cara memilih jurusan, di mana jurusan tersebut memang dapat mendukung rencana kontribusi. Selain itu, perlu ditunjukkan juga bahwa kita sudah melakukan riset terhadap universitas dan jurusan yang dituju sampai dengan mata kuliah yang ada di jurusan tersebut. Bisa juga dengan menunjukkan potential network yang ada di jurusan/universitas tujuan. Mengingat batasan jumlah kata cukup singkat, maka usahakan untuk menuliskan hal yang to-the-point. Metode STAR (Situation Task Action Result) dapat digunakan misalnya dalam menjelaskan peran leadership yang pernah kita lakukan.
Sebelum mendaftar, kira-kira seorang calon pendaftar perlu waktu berapa lama untuk mempersiapkan diri (termasuk persyaratan administrasi seperti nilai kemampuan Bahasa Inggris, surat rekomendasi, dan esai) ya Mbak?
Untuk program Master by Coursework, waktu persiapan dapat lebih singkat karena tidak memerlukan dokumen seperti rencana penelitian dan mencari Supervisor. AAS biasanya membuka pendaftaran dari 1 Februari hingga 30 April. Waktu tersebut sudah cukup untuk menyiapkan persyaratan pendaftaran dan mengisi formulir. Namun, yang lebih perlu disiapkan sejak sebelumnya adalah hal apa yang kita isikan di dalam formulirnya, seperti rencana studi dan kontribusi, di mana hal ini dapat bervariasi bagi tiap orang. Apabila belum mempunyai ide sama sekali, menurut saya perlu sekitar 6 bulan hingga 1 tahun untuk memikirkan dan mengeksplorasi alasan mengapa perlu untuk kuliah lagi.
Dari pengamatan saya, kegiatan Mbak Shanti sehari-hari cukup banyak ya. Selain menjadi counselor dan juga Assessment Manager di Sekolah.mu, Mbak Shanti tentunya juga menjadi seorang homemaker untuk suami dan anak-anak. Apakah ada tips bagaimana cara menjalani semuanya secara berkesinambungan?
Tips dari saya adalah jangan ingin menjalani semuanya sendirian. Saya bisa menjalani kuliah saat itu, serta saat ini dapat bekerja full-time dengan tambahan kerja sampingan, tentunya dikarenakan ada teamwork dengan suami yang didukung dengan support system yang lain. Misalnya, saat saya kuliah di Australia dulu terdapat fasilitas childcare, atau di Indonesia dengan lebih banyak pilihan seperti bantuan dari pengasuh anak ataupun keluarga. Yang penting jangan merasa kita berjuang sendirian dan jangan segan untuk reach out dan meminta bantuan. Ketika kita merasa memiliki barrier, kita dapat mengomunikasikannya dengan suami. Kita juga dapat menyepakati mengenai pembagian tugas rumah tangga dengan suami.
Untuk poin terakhir, apakah Mbak Shanti berkenan memberikan pesan bagi seluruh pembaca phdmamaindonesia.com, khususnya bagi ibu-ibu yang ingin melanjutkan studi baik magister maupun doktoralnya?
Temukan alasan yang kuat atas pilihan apapun. Milikilah alasan yang kuat untuk apapun yang dipilih dan diputuskan. Dan setelah punya pilihan dan keputusan, percaya diri dan be unapologetic about your choices.
Artikel ini ditulis oleh Arfinda Setiyoutami, dan diedit oleh Anfalia dan Putri Wulansari untuk PhD Mama Indonesia. Arfinda dapat dihubungi di asetiyoutami@gmail.com
0 Comments