Aksesibilitas Pendidikan: Menjemput Gelar Doktor Tak Terbatas Wilayah

Pada era modern sekarang ini, kesempatan bagi seorang ibu untuk menempuh pendidikan tinggi doktoral (S3) sudah semakin terbuka, khususnya bagi mereka yang tinggal di daerah sub-urban atau pedesaan. Namun, dalam perjalanannya, mereka mungkin akan menghadapi tantangan yang menuntut dukungan dan strategi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ibu memiliki peran penting untuk generasi selanjutnya. Sebagai contoh, dalam sebuah studi kuasi-eksperimen yang melibatkan program pembangunan sekolah dasar di daerah pedesaan, ibu yang mendapat kesempatan melanjutkan sekolah akan memiliki anak-anak dengan pencapaian kognitif dan sosial yang lebih baik (Nakajima et al., 2020). Selain itu, riset juga mengungkap bahwa pendidikan tidak sekadar meningkatkan pendapatan keluarga, tetapi juga meningkatkan kebebasan dan kapasitas ibu untuk mengambil keputusan penting dalam rumah tangga (Samarakoon & Parinduri, 2015).

Bagi seorang ibu yang tinggal di daerah sub-urban atau pedesaan, ada berbagai faktor yang bisa menjadi hambatan ketika memutuskan untuk melanjutkan studi ke jenjang S3. Beberapa diantaranya adalah jarak tempat tinggal ke perguruan tinggi, terbatasnya fasilitas belajar dalam jaringan (daring) atau hybrid (kombinasi daring dan luring), beban tanggung jawab domestik, akses beasiswa atau program riset yang mungkin lebih banyak terkonsentrasi di pusat kota atau luar negeri, hingga pengasuhan anak yang seringkali menjadi prioritas utama.  Namun, berbagai kisah pengalaman menunjukkan bahwa dengan niat kuat dan strategi yang tepat, ibu pun bisa menjemput gelar doktor. Beberapa artikel dari blog PhD Mama merangkum kisah sukses perjalanan menjemput gelar doktor yang dilakukan ibu-ibu dari Indonesia, baik yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Fakta memperlihatkan bahwa, para ibu hebat ini mampu menempuh S3 di luar negeri sambil tetap menjalankan peran keluarga, membagi waktu dengan cermat, dan menegosiasikan peran pengasuhan dalam rumah tangga.

Jika dicermati, salah satu kunci keberhasilan untuk melanjutkan studi doktoral adalah dukungan dari keluarga dan pembagian peran yang jelas untuk suami-istri. Dalam kisah-kisah PhD Mama, para ibu hebat terus menekankan pentingnya komunikasi terbuka dengan suami atau pasangan, membagi tugas pengasuhan anak, dan merancang waktu belajar secara sistematis agar tidak terbentur dengan rutinitas rumah tangga. Selain itu, pemilihan pembimbing yang memahami situasi mahasiswa berkeluarga ternyata juga menjadi faktor penting agar penelitian dan studi bisa berjalan dengan lebih manusiawi dan realistis.

Seperti yang diketahui, lokasi tempat tinggal yang berjarak dari pusat kota  bisa menambah lapisan tantangan karena sarana dan infrastruktur pendidikan seringkali kurang memadai dibandingkan dengan kota besar. Selain itu, konektivitas internet untuk mengikuti perkuliahan daring atau fasilitas riset mungkin belum optimal. Belum lagi sistem transportasi atau fleksibilitas waktu yang diperlukan jika program S3 mengharuskan tatap-muka atau observasi lapangan. Namun di sisi lain, tinggal di daerah sub-urban juga bisa menjadi kesempatan unik karena memiliki konteks lokal yang kaya, kesempatan riset berbasis komunitas yang belum banyak dieksplorasi, serta potensi kontribusi nyata bagi lingkungan sekitar. Dengan demikian, ibu yang tinggal di daerah pedesaan dan menempuh S3 tidak hanya memperoleh gelar saja, tetapi bisa menjadi jembatan kemajuan ilmu yang relevan dalam komunitas lokal.

Jika ditelisik dari perspektif kebijakan, membuka akses S3 bagi ibu rumah tangga yang berasal di daerah sub-urban berarti perlu adanya mekanisme yang fleksibel dan inklusif. Beasiswa yang bisa mengakomodasi kebutuhan seorang ibu melanjutkan S3  sangat dibutuhkan, seperti pertimbangan tanggung jawab keluarga, program penelitian yang bisa dilakukan secara hybrid atau jarak jauh, serta fasilitas pendukung seperti tempat penitipan anak atau jaringan komunitas akademik bagi ibu berkeluarga. Semua aspek ini memberikan dasar bahwa investasi pada pendidikan perempuan merupakan investasi sosial dan antar generasi.

Jika ibu-ibu di daerah sudah mulai berpikir untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, baik di dalam  maupun luar negeri, berikut beberapa program beasiswa yang dapat menjadi pilihan:

  • Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)

Program ini membuka jalur beasiswa untuk jenjang doktor (S3) baik dalam maupun luar negeri. Adapun ketentuan dan persyaratan aplikasi dapat dicek di link: LPDP Kemenkeu.

  • Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI)

Program ini mencakup beasiswa untuk jenjang S3 dalam dan luar negeri yang diperuntukkan bagi Dosen di Indonesia. Syarat lengkapnya dapat dilihat di sini: Beasiswa Pendidikan Indonesia.

  • Australia Awards Scholarship

Program ini memperhatikan gender dan dukungan untuk yang sudah menikah atau berkeluarga, dengan catatan persiapan bahasa, keluarga, dan kultur riset di luar negeri. Cek selengkapnya di sini: Australia Awards Scholarships.

Akhirnya, tulisan ini menekankan bahwa kesempatan melanjutkan studi akan selalu ada, namun seorang  ibu tetap perlu melihat bagaimana studi S3 bisa menjadi bagian dari kontribusi nyata, baik bagi keluarga, komunitas sekitar, maupun bidang keilmuan yang diambil. Dengan demikian, ibu bukan hanya mencapai gelar tetapi juga membawa dampak yang lebih baik. Dengan niat yang kuat, dukungan yang tepat, dan akses yang semakin terbuka, tidak ada alasan bahwa ibu yang tinggal di daerah pedesaan tidak bisa menempuh S3.

Artikel ini ditulis oleh Dewi, diedit oleh Inna Ar untuk PhD Mama Indonesia.

Referensi

  • Nakajima, N., Hasan, A., Rangel, M.A. (2020). Mama Knows (and Does) Best: Maternal Schooling Opportunities and Child Development in Indonesia. World Bank Group: Policy Research Working Paper.
  • Samarakoon, S. & Parinduri, R.A. (2015). Does Education Empower Women? Evidence from Indonesia. World Development, 66, 428-442.

One thought on “Aksesibilitas Pendidikan: Menjemput Gelar Doktor Tak Terbatas Wilayah

Leave a comment