Peta Hiduplah yang Mengantarkanku ke Jerman dengan Beasiswa DLR-DAAD

Oleh : Hasbuna Kamila

Happy New Year! Semoga di tahun 2024 semakin banyak para ibu ibu kece yang berani melangkah untuk meraih mimpi melanjutkan studi doktoral dinegara Impian masing – masing. Seperti narasumber kami kali ini, yang tidak pernah mengira tulisan peta hidupnya kala SMA itu mampu membawanya studi dan tinggal di Jerman dengan beasiswa DLR-DAAD. Sebuah program beasiswa yang dilaksanakan oleh Pusat Dirgantara Jerman (DLR) dan DAAD.

Hasbuna Kamila, mengungkapkan bahwa dirinya memang bermimpi untuk melanjutkan studi sarjananya di luar negeri. Namun, karena kondisi ekonomi keluarga, ia pun memutuskan untuk menunda studi ke luar negeri dengan mengambil bidang studi S1-Kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2008 silam. Sembari mencari prospect karier yang sesuai pasca kelulusannya dari ITB, ia pun pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan program Master di Waseda University dengan beasiswa Asia Special Scholarship.

“Saya sempat ditanya mengenai studi S3 di laboratorium yang sama, namun pada saat itu saya ingin melanjutkan riset saya di negara lain.” Ungkap ibu satu anak ini membuka cerita perjalanan studi doktoralnya. Awalnya dirinya tidak pernah membayangkan bahwa impiannya akan berlabuh di negara Jerman. Saat itu, wanita kelahiran Bandung ini, tengah mengunjungi kakaknya yang tinggal di Dresden dan beinisiatif mengikuti kelas yang diadakan di salah satu Universitas Jerman. “Saat itulah saya suka sekali dan jatuh cinta dengan proses perkuliahan ala Universitas disini.” Kenangnya. Proses diskusi dan interaksi antara professor dengan mahasiswa, membuatnya semakin yakin untuk studi lanjut di Jerman.

Gayung pun bersambut, setelah proses pencarian beasiswa maupun PhD Vacancy, pilihannya jatuh pada Deutscher Akademischer Austauschdients German Academic Exchange Service (DLR-DAAD). Adapun beasiswa DLR-DAAD adalah beasiswa research by project yang menawarkan kesempatan kepada ilmuwan dan peneliti terkemuka untuk melakukan penelitian khusus di institut DLR di Jerman. Proses pendaftaran yang cukup simple, setelah aplikasi (hard copy) dikirim ke kantor DAAD yang bermarkas di kota Bonn, calon Supervisor akan mereview sendiri aplikasi tersebut dari DAAD. Hanya shortlisted kandidat saja yang akan mendapatkan jadwal interview dengan calon supervisor. “Sekitar 90 menit proses interview saya waktu itu, dan saya punya insting bahwa saya yakin akan lolos beasiswa ini.” Ungkapnya. Mbak Mila juga memberi tips kepada pembaca laman PhD Mama Indonesia, bahwa di tahapan interview ini adalah saat yang tepat untuk saling mengenal antara pembimbing dan mahasiswanya. Dari proses inilah kita bisa menilai apakah calon Supervisor tersebut memang cocok dan bisa mengembangkan potensi kita atau tidak. Usahakan, tambahnya, kita menjadi diri sendiri, jujur, dan berusaha menjalin komunikasi yang baik. Karena komunikasi yang baik dengan Supervisor adalah salah satu kunci keberhasilan riset kita 3-4 tahun selanjutnya.

Untuk kehidupan sehari – hari, mbak Mila mengungkapkan bahwa Jerman merupakan salah satu negara yang open terhadap lintas budaya dari berbagai negara, khususnya muslim. Bahkan dirinya mengaku tidak kesulitan menemukan toko makanan halal di sekitar tempat tinggalnya di Kota Köln. “Nah, karena saya sudah menjalin komunikasi yang baik dengan supervisor, maka saya mendapat rekomendasi langsung dari beliau terkait tempat tinggal yang aman dengan harga yang terjangkau.” Ungkapnya.

Selain itu, karena kedua orang tua di Jerman mayoritas adalah pekerja, maka semakin banyak balita yang dirawat di tempat penitipan anak (daycare). Berdasarkan informasi dari laman http://www.deutschland.de, tertulis bahwa sejak tahun 2013, setiap anak sejak usia satu tahun telah mempunyai hak hukum atas tempat penitipan anak. Selain itu, Pemerintah di beberapa negara bagian di Jerman juga menyediakan subsidi untuk biaya daycare. Mbak Mila juga menjelaskan bahwa paling tidak 6 bulan sebelum menitipkan sikecil ke daycare kita harus mulai mendaftar ke lembaga tersebut. Selain menggunakan system antrian, kebanyakan pihak daycare akan memprioritaskan berdasarkan urgensi sang orang tua. Bahkan, tambahnya, untuk mendapatkan subsidi atau informasi seputar bantuan keuangan, kita sendiri yang harus proaktif mencari informasinya karena informasi tersebut tidak akan dibagikan secara cuma – cuma. Namun tidak perlu khawatir, Jerman merupakan salah satu negara yang ramah untuk para ibu – ibu yang melanjutkan studi bersama buah hati.

Akhir kata, mbak Mila menyampaikan kalimat penutup penuh semangat, “Jangan pernah takut untuk menuliskan kisah hidupmu sendiri. Kebanyakan seseorang itu enggan memulai kisah hidup mereka dan hanya fokus pada kisah seseorang. Padahal tidak ada kisah yang sama satu dengan yang lainnya. Jadi, jangan takut bermimpi ya dan gantunglah mimpi – mimpimu hanya kepada Allah.” Tutupnya.

Artikel ini hasil wawancara dengan narasumber Hasbuna Kamila, ditulis oleh Aini Khadijah, diedit oleh Laksita Gama Rukmana, dipublish oleh Chlara Yunita Prabawati untuk PhD Mama Indonesia. Mbak Mila bisa dihubungi via Instagram @hasbunakamila.

Leave a comment