
Beberapa tahun belakang, negara Thailand semakin populer menjadi destinasi studi program master atau doctoral bagi mahasiswa Indonesia. Selain karena kedekatan geografis, kualitas universitas yang bersaing secara global dan mayoritas kampus menawarkan program studi berbahasa Inggris menarik minat para calon mahasiswa. Terlebih, terdapat banyak skema beasiswa yang ditawarkan sehingga mempermudah akses belajar baik oleh pemerintah Thailand atau pihak universitas.
Winda Indarti ialah salah seorangnya. Sejak Juni 2022, Winda tercatat sebagai mahasiswa jurusan Public Administration, College of Local Administration (COLA) di Khon Khaen University. Ia juga merupakan peraih beasiswa fully funded ASEAN and Great Mekong Subregion (GMS) Countries Scholarship dari kampusnya. Selain belajar, Winda juga merupakan seorang istri dan ibu yang penuh dedikasi. Ia memboyong keluarganya untuk menemaninya belajar di rantau. Lantas, bagaimana pengalamannya menyabet beasiswa dan menempuh studi di negeri Gajah Putih sembari melaksanakan tanggung jawabnya untuk keluarga? Berikut obrolan Laras Larasati, kontributor PhD Mama, dengan Winda Indarti.
Halo, Mbak Winda. Terima kasih banyak atas waktu yang diluangkan untuk berbagi pengalaman kepada pembaca Blog PhD Mama Indonesia. Sebelumnya, bolehkah diceritakan kenapa Mbak Winda berminat untuk mengejar studi di Thailand?
Ketika merencanakan untuk menempuh studi S2, sebenarnya saya mempunyai beberapa negara tujuan lain selain Thailand, seperti Malaysia, China, Australia, dan Turki. Namun, pada akhirnya Thailand dipilih atas beberapa pertimbangan dan keinginan saya untuk bisa membawa keluarga sambil kuliah. Saya rasa Thailand adalah pilihan yang tepat dan paling sesuai dengan kapabilitas saya, baik dari sisi akademik, finansial, dan juga jarak dengan Indonesia.
Lalu, kenapa Mbak Winda memutuskan untuk mengambil jurusan Public Administration di Khon Kaen University (KKU)?
Sebenarnya saya berencana untuk mengambil studi Administrasi Pendidikan karena minat saya memang di bidang pendidikan. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir ternyata Fakultas Pendidikan KKU tidak menawarkan beasiswa bagi mahasiswa internasional sementara Fakultas Administrasi (COLA) menyediakan beasiswa. Saya kemudian memutuskan untuk mengambil jurusan Administrasi Publik, tetapi dengan tetap melakukan penelitian dan fokus di bidang pendidikan. Ternyata setelah melebur ke jurusan ini, saya malah menemukan beragam pengetahuan baru yang menarik.
Wah, begitu. Seperti apakah proses persiapan aplikasi beasiswa yang Mbak Winda lalui dan berapa lama waktu keseluruhan persiapannya?
Ada beberapa hal yang saya siapkan untuk aplikasi beasiswa. Dari mulai proposal penelitian, surat rekomendasi dari atasan kerja dan dosen pembimbing, hasil tes TOEFL/IELTS, dan juga dokumen lainnya seperti ijazah dan transkrip nilai. Selain itu, saya juga mengurus persiapan untuk kepindahan ke Thailand yang juga memerlukan beberapa dokumen seperti paspor, SKCK dari kepolisian, dan hasil medical check-up. Bagi mahasiswa yang sudah berkeluarga, kita juga dimintai surat nikah, akta lahir anak, serta kartu keluarga yang sudah diterjemahkan.
Oh ya, untuk persiapan ini kurang lebih dua tahun sejak berniat mencari beasiswa. Agar persiapannya lebih matang, saya juga mengikuti program mentoring dari scholarship platform mimpi.id. Saya jadi terbantu dan lebih percaya diri untuk mendaftar beasiswa.

Narasumber berfoto di depan College of Local Administration, KKU
Dari pengalaman mempersiapkan studi ke Thailand tersebut, persiapan apa yang menurut Mbak Winda paling penting dan bisa dibagikan dengan para pembaca yang sedang mempersiapkan studi lanjut/beasiswa?
Menurut saya, yang harus disiapkan pertama kali dalam mengejar beasiswa untuk studi tingkat lanjut ialah kesiapan mental. Dalam proses mendapatkan beasiswa, ada banyak hal yang akan dihadapi dan dapat menimbulkan banyak gejolak dalam diri. Berbagai hambatan yang dialami terkadang bahkan membuat kita ingin mundur. Jadi, sejak awal tekad harus dipupuk dengan kuat.
Selain persiapan mental, tidak bisa dipungkiri, persiapan finansial juga perlu dilakukan. Untuk mendapatkan beasiswa, tentunya ada beberapa hal yang membutuhkan pengeluaran dana. Misalnya, uang untuk persiapan bahasa agar memenuhi persyaratan, biaya tes TOEFL/IELTS, penerjemahan dokumen-dokumen ke dalam bahasa Inggris, pembuatan paspor, dan lain sebagainya. Meski terkesan berat, kita tidak perlu khawatir. Saya pikir jika ada kemauan dan tekad pasti akan ada jalan. Uang dan lainnya bisa dicari selama pondasi mental kita sudah kuat.
Apa yang lebih penting lagi menurut saya ialah persiapan spiritual yang nantinya akan menjadi penentu. Sebab sekuat apapun kita berusaha, jika tak ada pinta ke Sang pencipta sepertinya semua akan sia-sia. Dalam pengalaman saya mengejar beasiswa, saya pun berikhtiar dengan puasa Senin-Kamis, minta do’a ibu dan suami, bahkan sampai bernazar. Saya rasa itulah yang menjadi kekuatan besar bagi saya sehingga para komite mau menjadikan saya sebagai salah satu awardee di program beasiswanya, meski secara akademik saya hanya siswa yang biasa-biasa saja.
Ketika Mbak Winda memutuskan menjalani studi master dengan ditemani suami dan juga putri yang masih balita, bagaimana proses adaptasi Mbak Winda dan keluarga di awal masa kepindahan ke Khon Kaen?
Awalnya sedikit sulit, terutama terkendala bahasa dan budaya yang jauh berbeda. Seringkali kami salah paham ketika berkomunikasi dengan orang-orang Thailand sendiri karena di Khon Kaen banyak yang tidak bisa berbahasa Inggris. Selain itu, kami juga kesulitan mencari makanan karena makanan halal tidak dijual di semua tempat. Namun, untuk hal ini, saya bisa masak dan menyiapkan makanan sendiri.
Kesulitan adaptasi juga dirasakan anak saya pada saat awal-awal kepindahan ke Thailand. Di lingkungan kami, ia sulit untuk bersosialisasi karena kendala bahasa dan anak saya juga belum masuk sekolah. Kebetulan anak-anak di sini sejak usia dua tahun sudah disekolahkan. Untungnya anak saya tergabung dengan grup mengaji anak-anak di masjid walau hanya dua kali dalam satu minggu. Setelah satu tahun tinggal di Khon Kaen, ia juga sudah mempunyai teman baik anak Thailand dan anak sesama mahasiswa Indonesia yang studi di sini.
Saya lihat Mbak Winda cukup aktif berkegiatan, ya. Selain kuliah, Mbak Winda juga aktif mengajar bahasa Indonesia di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, mengajar di institusi kerja sebelumnya via daring, juga tergabung di Persatuan Mahasiswa Indonesia di Thailand (Permitha). Bagaimana Mbak Winda dapat menyeimbangkan waktu antara kegiatan tersebut dan keluarga?
Yang saya lakukan adalah memahami ritme perkuliahan lalu mengatur waktu untuk membersamai keluarga. Biasanya saya datang ke kampus sesuai jadwal dan pulang ketika sudah selesai. Sekarang saya sedang tahap menyusun thesis jadi dari pagi ke siang adalah waktu bersama keluarga kemudian siang ke sore saya fokus berkegiatan di kampus. Alhmdulillah selama ini masalah waktu bukan kendala berarti.
Boleh cerita sedikit seperti apa bentuk dukungan keluarga selama Mbak Winda menempuh studi di Thailand?
Dukungan yang pertama tentunya secara mental ya. Mereka adalah support system saya dalam studi di sini. Suami saya memback up dalam pengasuhan anak jika saya sedang kuliah maupun ada kegiatan kampus. Kalau dana beasiswa belum cair, suami juga mendukung secara finansial, hehe.
Untuk yang terakhir, adakah pesan khusus dari Mbak Winda untuk para pembaca phdmamaindonesia.com yang berminat untuk melanjutkan studi ke Thailand?
Selain mempersiapkan kelengkapan dokumen beasiswa secara matang, persiapan mental jadi yang utama. Jangan takut dengan hal-hal yang belum dihadapi. Terkadang hal-hal terasa sulit karena hanya sebatas di pikiran, padahal belum dijalani. Jadi, jalani saja!
Untuk yang sudah berkeluarga dan bingung antara melanjutkan kuliah dan keluarga, ayo ajak keluarga kecilmu berpetualang bersama! Menjadi perempuan bukan halangan untuk menggapai mimpimu!
Artikel ini disusun oleh
Penulis: Laras Larasati, penulis lepas
Editor: Ayu Rikza, peneliti dan relawan editor blog PhD Mama
Di publish : Chlara Yunita, peneliti dan relawan editor blog PhD Mama
