Angtyasti Jiwasiddi: Tentang mengatasi cemas, seleksi beasiswa Scientia dan adaptasi bersama putri semata wayang
Hai Angty, terima kasih sudah berkenan ngobrol bersama phdmama. Selain karena profesi sebagai pengajar di Binus University, apa yang memotivasi Angty untuk studi PhD?
Thank you for the invitation juga mbak Kanti, kalau bagi aku motivasi yang utama adalah bagaimana sebaik mungkin dapat memiliki kehidupan yang terbaik dengan melakukan pekerjaan yang menyenangkan.
I’m not saying that Ph.D. is all fun, it has its challenges.
Tapi memang berbeda dengan konsep kantoran dari jam 8 s/d jam 5, kita lebih didorong untuk mampu menulis, menganalisis, meneliti dsb., bagi saya itu lebih menarik.
Bagaimana Angty mempersiapkan diri untuk berangkat studi PhD ke Sydney bersama anak sematawayang? Adakah perasaan ragu atau cemas?
For me, the period between the official announcement with my actual departure was very narrow it was roughly 4.5 months, sebetulnya bisa ditunda saat itu tapi karena pertimbangan banyak hal, termasuk periode sekolah anak, pekerjaan saya dll, maka saya memilih untuk lebih baik mengambil secepatnya.
Ragu atau cemas? Sangat amat.
Before my departure, I got anxiety attacks. Woke up late at night feeling mellow, scared, insecure and incredibly lonely, the fact that it’s just going to be me with my daughter put an incredibly heavy burden on my shoulder, nevertheless. Kita semua pasti punya rasa takut dan kekhawatiran, yang paling penting adalah bagaimana kita menanganinya.
Jangan biarkan rasa takut kita yang mengambil alih jalan hidup kita dan mendikte pilihan – pilihan yang kita ambil.
Boleh cerita sedikit proses seleksi beasiswa Scientia dari UNSW? Apa saja poin-poin yang menurut Angty penting untuk diperhatikan oleh pelamar beasiswa ini?
Tentu boleh, Scientia adalah skema beasiswa unggulan dari UNSW sehingga saya pun merasa beruntung bisa memperoleh beasiswa ini.
Untuk saya, proses yang saya lalui, saya tidak langsung melamar beasiswa ini melainkan mengirimkan email ke professor yang kemudian mengajukan saya untuk skema beasiswa ini. Namun memang sebenarnya untuk pelamar beasiswa ini harus mengajukan aplikasi terlebih dahulu secara online.
Yang mungkin bisa saya sarankan bagi yang berminat untuk melanjutkan sekolah diluar adalah utamakan minat dan fokus bidang kalian terlebih dahulu, investasikan waktu untuk membuat research proposal/essay dan CV serta email/approach personal ke professor yang memiliki bidang dan publikasi sesuai dengan minat kalian.
Mengirimkan satu email yang sama persis ke berbagai professor bukanlah pendekatan yang ideal, usahakan untuk mencari tahu lebih jauh mengenai riset mereka dan deskripsikan secara singkat dalam email kita.
Saat universitas dan professor sudah ada yang bersedia menerima kita, jalan untuk memperoleh beasiswa akan lebih terbuka.
Apa saja tugas-tugas yg harus dilakoni seorang mahasiswi PhD di tahun pertama ini? Apa saja tantangannya?
Hmm.. where do I start? The coursework and assignment are highly time-consuming and requires a lot of work. But not every Ph.D. program need to take coursework… so this part is probably different for each Ph.D. students,
Kedua, terkait cuaca. I came to Sydney during its winter time, and it was also quite a challenge to me, as I’m so used to live in Jakarta where the weather is always warmly.
Selanjutnya, tantangan to establish a good relationship with my supervisors, I mean… I feel like I got the best supervisors ever! But to communicate effectively still feels a bit awkward, for example, we call everybody by their first name here it still feels a bit rude for me to call by their name, but it’s just how the way we communicate here.
Bagaimana dengan adaptasi putri kecil Angty – ada cerita/kesan yang ingin dibagikan?
Ah, yes. Aya, My daughter is probably the most significant part of the entire journey. Kalau mau diceritain semua nanti jadi satu buku sendiri kayaknya (hehe). Salah satunya yang paling saya ingat bagaimana tiba-tiba salah satu kakak kelas perempuan di sekolah Aya jadi dekat sekali sama Aya, anak ini setiap kali kalau ngeliat Aya datang pasti menyapa, meluk dan ngajak ngobrol.
Bagi saya ini mengharukan sekali apalagi Aya juga sering kali suka malu dan tidak percaya diri untuk mendekati teman-temannya, tapi kadang dia juga sedih kalau merasa ditinggalkan teman sekelasnya. Kakak kelasnya ini sering menemani mengajak teman-teman aya dan aya main bersama supaya Aya happy dan tidak merasa left-out, benar-benar sweet.

Pernah juga beberapa kali saya mesti lari-lari karena harus anter Aya ke sekolah karena jam 9 pagi ada Final Presentation waktu itu. Pernah mesti buru-buru dari sekolah Aya ke stasiun bis karena ada workshop di pusat kota, pernah juga karena ada meeting yang molor dari kampus mesti lari-lari lagi agar tak terlambat menjemput Aya. Sekali waktu Aya akhirnya ikut seharian di kampus karena saya ada beberapa meeting sedangkan saat itu adalah libur sekolah.
Singkat cerita, kami berdua sama-sama beradaptasi. Dulu ada pengasuh, antar-jemput sekolah, keluarga yang menjaga Aya selama saya bekerja, tiba-tiba sekarang hanya ada dia dan saya, barangkali ini adalah tantangan terberat yang harus saya hadapi.
But it brings me closer to her more than ever, and in many ways, I believe it helped us to be better.
Seperti apa support keluarga terdekat dalam mendukung studi Angty?
Awalnya memang sempat ada masalah yang serius yang menyita pikiran saya, namun Alhamdulilah pada akhirnya keluarga memberikan dukungan moral yang luar biasa buat saya dan aya.
Bagaimana dengan support kampus untuk student yang berkeluarga?
Mungkin yang lebih berkenaan langsung dengan saya hingga saat ini adalah support supervisor yang luar biasa, mereka paham kondisi saya dan sangat suportif dalam perjalanan Ph.D. saya, seperti memberikan izin pulang ke Indonesia dengan anak saya.
Lingkungan dan teman – teman mahasiswa Ph.D. juga memberikan bantuan yang luar biasa.
Ada saatnya dimana saya harus masuk kelas sementara Aya harus saya titipkan bersama seorang teman baik, saya sangat berterimakasih mereka membantu saya dengan tulus.

Ada pesan untuk perempuan Indonesia yang juga berkeinginan studi PhD?
I’d say have faith in yourself. Yakinlah kamu bisa. If this is what you want then, by all means, I will encourage you to do it. I understand that for many of us it involves more than just ourselves, more often it’s about our family, jobs and loved ones.
I’d encourage you to make a careful consideration, pertimbangkan segala sesuatunya dengan matang. Make a conscious choice and take the first step, whatever step that may be, either looking for a professor, taking English classes or sending emails. The rest is technicalities: finding a scholarship, meeting the program’s requirement, calculate the living cost, once you got in, it is a whole different challenge such as doing the coursework and assignments, meeting the deadlines etc.
Above all, I will always support empowerment and growth, sometimes it means supporting mothers to pursue their Ph.D. or work full time as an employee or being a stay-at-home mother. Each one of them is as important and meaningful in their own way.
*Angtyasti Jiwasiddi adalah pengajar di Binus University dan kandidat Ph.D. di University of New South Wales, Australia.
0 Comments