Lika-liku PHD Mama Menulis Jurnal Internasional

Salam 24 jam untuk Ph.D. Mama di seluruh dunia!

Ketika memilih untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan doktoral, salah satu kegiatan yang tidak terpisahkan dari membaca dan perlu kita tekuni adalah menulis. Dari yang paling sederhana seperti menulis laporan riset mingguan (log book) sampai menulis disertasi. Belum lagi kalau harus menulis publikasi. Wah, banyak deh yang harus disiapkan. Dari berbagai kegiatan menulis, menulis publikasi dan disertasi sepertinya yang paling menantang, ya. Nah, pada artikel kali ini, tim Ph.D. Mama Indonesia ingin membagikan pengalaman dari narasumber Monika Pury Oktora dalam menulis publikasi dan disertasi. Selain menulis di berbagai jurnal internasional, ia juga merupakan penulis buku “Groningen Mom’s Journal” dan “The Power of Ph.D. Mama” yang bercerita tentang perjalanan studi S2 dan S3 di Groningen, Belanda.

Apa ya tips produktif menulisnya?

Menulis, Menyebarkan Manfaat

Monika atau yang lebih akrab dipanggil Teh Monik merupakan doktor lulusan University of Groningen, Belanda, tahun 2023,  dengan beasiswa LPDP.Pada waktu menjalani studi S2 di kampus yang sama, Teh Monik sudah terbiasa menulis publikasi di jurnal internasional. “Alhamdulillah, berhasil menghasilkan dua manuskrip yang terbit di jurnal internasional,” katanya sumringah.

Berbekal pengalaman menulis publikasi pada tahun 2018, Teh Monik memulai program studi S3 di Department of Clinical Pharmacy and Pharmacology, University of Groningen.  Sepanjang studi S3, ada enam jurnal telah dipublikasikan dalam topik “Polypharmacy and Potentially Inappropriate Medication in Type-2 Diabetes Mellitus. “Di buku thesis saya, ada empat jurnal yang telah dipublikasikan di jurnal internasional. Setelah lulus tambah dua manuskrip yang akhirnya terpublikasi juga,” ungkap Teh Monik mengenang perjalanan menulis disertasinya.

Sebenarnya, tidak ada syarat tertulis bahwa S3 di Belanda harus menghasilkan publikasi. Namun, pada umumnya, supervisor meminta mahasiswa menulis publikasi karena bermanfaat untuk menyebarluaskan hasil penelitian dan sebagai syarat mengajukan grant/dana hibah. “Jadi kembali ke supervisor masing-masing” tambahnya.

Dalam 9-12 bulan, biasanya Teh Monik bisa menghasilkan satu publikasi. Dengan jadwal; 3-4 bulan pertama mengumpulkan data penelitian sembari ‘menabung’ sedikit tulisan untuk bagian pengantar dan metode. Setelah manuskrip selesai ditulis disertai dengan data lengkap, selanjutnta adalah tahap editing  oleh supervisor. Setelah beberapa kali revisi, tahap selanjutnya adalah diskusi dengan para co-author untuk meminta tanggapan atau persetujuan. Proses diskusi ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 1-2 bulan. Setelah beres revisi dengan co-author dan semua setuju, tahap selanjutnya adalah submit ke jurnal target,” kata Teh Monik menjelaskan. Wah, panjang juga ya prosesnya.

Tekun Menjalani Proses

Selama proses menulis publikasi, tentu tidak semua karyanya diterima. Ada juga lho, saat-saat ditolak. Jika ditolak, biasanya Teh Monik akan berdiskusi dengan supervisor dan melakukan revisi manuskrip asli dan selanjutnya mengirim ke jurnal lain yang lebih sesuai dengan scope-nya. “Kalau waktu tunggu respon dari editor lebih dari satu minggu, ada kemungkinan manuskrip   tersebut dipertimbangkan untuk masuk ke proses peer-review oleh expert,” kata Teh Monik.

Proses peer-review sendiri berbeda-beda untuk setiap jurnal. Ada yang cepat, namun ada juga yang membutuhkan beberapa minggu hingga bulan. Selama menunggu proses peer-review, Teh Monik akan mengerjakan manuskrip untuk topik yang lain, sehingga waktunya efisien. “Biasanya saya mengerjakan publikasinya parallel untuk beberapa topik dan ini mungkin berbeda dengan proyek penelitian yang membutuhkan data laboratorium (wet lab),” terang Teh Monik.

Jika sudah mendapatkan review report dari reviewer, berarti manuskrip akan masuk proses revisi. Setelah mendapat review report, hal pertama yang Teh Monik lakukan adalah skimming untuk mengetahui bagian mana yang paling banyak dikomentari. Selanjutnya, ditutup dan didiamkan dulu karena proses revisi terkadang membutuhkan kesiapan mental yang lebih, terutama jika ada komen-komen yang cenderung kurang enak dari reviewer. “Kalau udah lihat sekilas biasanya saya refreshing dulu atau melakukan hal lain, baru 2-3 hari kemudian baca lagi review report dengan lebih detail tentang apa yang sebenarnya diharapkan oleh reviewer  agar manuskrip tersebut layak dipublikasi. Saya juga akan berdiskusi dengan supervisor  terkait point-point yang dibahas oleh reviewer.

Proses publikasi memang cukup  panjang dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Tidak jarang menguras energi dan pikiran. Oleh karena itu, Teh Monik berpesan agar tetap persisten dalam menulis publikasi. Setiap manuskrip pasti akan menemukan “jodohnya”.  “Penelitian itu bukan cuma soal publikasi saja, tapi juga proses belajar dan berpikir kritis dalam  menyelesaikan serangkaian riset kita. Semoga publikasi yang “dilahirkan” oleh Ph.D. Mama di seluruh dunia bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan, baik di negeri sendiri, Indonesia, maupun mancanegara,” kata Teh Monik menutup perbincangan kami.      

Artikel ini merupakan hasil wawancara dan ditulis oleh Inna Ar dengan Monika Pury Oktora (Monik), diedit oleh Aprilina Prastari, dipublikasi oleh Nofia Fitri untuk PhD Mama Indonesia. Teh Monik bisa dihubungi via DM LinkedIn maupun Instagram @monikaoktr.

Leave a comment