Netty Herawaty: “Ternyata Fulbright adalah Jodoh Saya”
Perjalanan Meraih Mimpi Studi Lanjut PhD ke Luar Negeri
Sudah nggak asing kan dengan beasiswa Fulbright? Yup, kita mengenal salah satu peraih beasiswa Fulbright asal Banjarmasin Mbak Netty Herawaty. Pada kesempatan ini Ph.D Mama Indonesia berbincang seputar alasan mendaftar beasiswa Fulbright, proses pendaftarannya dan tips khusus menulis essay.
Apa kabar mbak Netty, boleh dong sedikit diceritakan siapakah mba Netty ini, latar belakang dan studi yang sedang ditempuh saat ini?
Alhamdulillah sehat. Perkenalkan nama saya Netty Herawaty. Saat ini saya sedang melanjutkan studi PhD di School of Politics and Global Studies, Arizona State University, dengan beasiswa Fulbright. Saya seorang dosen di program studi Ilmu Pemerintahan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan juga seorang Ibu yang memiliki dua orang anak. Riset saya terkait dengan Keterwakilan Perempuan di Parlemen Indonesia. Kajian Penelitian saya yaitu pengaruh institusi khususnya institusi informal dalam pemilihan perempuan di lembaga legislatif.
Mengapa mbak Netty memilih beasiswa Fulbright untuk studi S3?
Awalnya saya tidak ada niat untuk mendaftar beasiswa Fulbright. Beasiswa Fulbright adalah beasiswa yang diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) kepada mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi ( program magister dan doktoral degree). Jarak yang sangat jauh antara Amerika-Indonesia membuat saya berpikir dua kali untuk mendaftar, mengingat orang tua saya usianya memasuki usia senja.
Dari banyak negara tetangga, pilihan saya jatuh pada negara Australia karena mayoritas lingkaran pertemanan saya adalah lulusan dari negeri Kanguru tersebut. Sejak pertengahan tahun 2017 saya mulai serius mempersiapkan studi lanjut yang dimulai dengan membuat proposal riset. Saya ingin men-highlight proses ini karena inilah yang menandai perbedaan studi lanjut di AS dan Australia. Untuk mendaftar AAS sangatlah direkomendasikan untuk memiliki “surat sakti” (Letter of Acceptance) dari calon supervisor yang berasal dari universitas di Australia. Tidak demikian halnya dengan beasiswa Fulbright. Meskipun di dalam form pendaftaran Fulbright kita diminta untuk melakukan korespondensi dengan tiga orang anggota Fakultas di beberapa universitas di AS, namun korespondensi tersebut tidak menjadi syarat proses pendaftaran kampus-kampus di AS. Selain itu, dokumen yang harus dipersiapkan dalam proses pendaftaran Fulbright tidak jauh berbeda dengan pendaftaran beasiswa AAS. Hal ini menjadi keuntungan saya sehingga memungkinkan saya melakukan persiapan pendaftaran Fulbright hanya dalam waktu satu bulan.
Pada suatu ketika saya bertemu dengan teman baik saya di seminar. Dia menyelesaikan studi S2-nya di Australia dengan beasiswa AAS dan sedang proses mempersiapkan keberangkatan ke Inggris dengan beasiswa LPDP. Pertemuan itu sangat berkesan karena secara tidak langsung dia membuka pikiran saya untuk mencoba segala peluang yang ada. “Mengapa kamu tidak mendaftar beasiswa Fulbright? Saya dulu inginnya ke Inggris, bukan ke Australia. Namun saya mendaftar semua beasiswa, termasuk AAS dan Fulbright. Lagipula, tidak ada ruginya.” Melalui dia, saya belajar satu hal yang penting: kita tidak tahu yang manakah yang terbaik untuk kita di masa depan. Hanya Allah yang Maha Tahu. Cobalah segala peluang yang ada dengan segala kemampuan yang kita punya dan berdoa.”
Sepulangnya dari perjumpaan itulah kemudian menggerakkan hati saya untuk membuka halaman website Fulbright Indonesia. Setelah itu sangat kaget melihat deadline pendaftarannya tinggal satu bulan setengah lagi (biasanya deadline beasiswa Fulbright setiap tanggal 15 Februari, sedangkan AAS sekitar akhir bulan April). Dalam kurun waktu yang singkat itu, saya fokus pada tiga dokumen penting: surat rekomendasi, essay, dan korespondensi dengan Profesor di AS. Sedangkan isian lainnya menurut saya lebih mudah jika dibandingkan isian di formulir AAS.
Pada saat itu saya sedang di Jakarta untuk persiapan bahasa dan tes IELTS yang didanai oleh kampus tempat saya bekerja. Tepat tanggal 15 Februari 2018, saya naik gojek untuk mendatangi kantor AMINEF (American Indonesian Exchange Foundation), lembaga perwakilan Fulbright di Indonesia di Sudirman. Masih ingat waktu itu saya disapa petugas resepsionis, “berkas pendaftaran Fulbright ya? Masukkan saja di kotak besar itu” ujarnya sambil menunjuk kubus transparan di pojok kiri ruangan yang tingginya sepundak saya. Didalamnya sudah ada tumpukan berkas yang sudah memenuhi sepertiga kubus. Alhamdulillah, dua beasiswa tersebut memanggil saya untuk wawancara. Sebenarnya saya sudah menjadi Fulbright Awardee ketika melakukan proses wawancara AAS saya tidak tahu manakah yang saya pilih jika lolos proses wawancara AAS. Saya masih belum tahu apa yang akan terjadi bila saat itu tidak mendaftar beasiswa Fulbright. Semua ini bukan proses kebetulan, namun sudah digariskan Allah SWT untuk saya.
Apa saja persyaratan beasiswa Fulbright mbak?
Sama dengan beasiswa lainnya, Fulbright juga mengharuskan setiap pelamar melampirkan dokumen ijazah, transkip, personal statement, study objective, surat rekomendasi, hasil kemampuan Bahasa (TOEFL/IELTS), dan lainnya. Dokumen seperti misalnya ijazah dan transkrip nilai haruslah dalam Bahasa Inggris. Informasi lengkap terkait persyaratan beasiswa Fulbright dapat diakses di website aminef.or.id. Selain isian di dalam formulir aplikasi, ada dua dokumen penting yang juga harus dilampirkan, yaitu study objectives dan personal statement.
Apa tips penting dalam menuliskan dua essay tersebut?
Dua essay ini punya perbedaan penting. Study objective penekanannya ada pada riset yang menjadi interest dan tujuan kita melanjutkan sekolah, sedang personal statement ada pada pencapaian yang sudah dilalui atau diperoleh. Meski berbeda penekananya, dua essay ini saling terkait satu sama lain. Di study objective, pemberi beasiswa ingin tahu keseriusan kita melamar program Fulbright dengan membaca essay ini karena dalam study objective akan menunjukkan minat riset kita, rencana studi kita di AS dan mengapa riset itu dipilih dan penting untuk diambil di AS. Berdasarkan hal tersebut kita sudah sedikit melakukan riset tentang studi yang tepat untuk kita di AS.
Sedangkan di personal statement, kita menjelaskan tahapan pendidikan yang sudah kita tempuh, pengalaman kerja atau organisasi yang kita punya dan mungkin membekas dan menjadi motivasi penting untuk studi lanjut. Di personal statement kita juga menyampaikan rencana karir yang ingin dicapai.
Jadi tipsnya adalah, ceritakan milestone yang sudah ditempuh, highlight satu atau dua pengalaman penting dalam prosesnya, dan kaitkan dengan mimpi melanjutkan studi yang tentu saja harapannya studi itu akan membawa pengaruh penting tidak hanya pada milestone diri pribadi tapi juga berdampak pada banyak orang.
Karena saya adalah dosen dan bidang ilmu saya adalah politik maka saya gunakan background ilmu dan pekerjaan saya untuk membuat personal statement. Di study objective saya lebih meng-highlight riset interest saya dan mengapa AS adalah negara yang tepat untuk riset tersebut.
Bagaimana terkait rekomendasi dosen pembimbing mbak?
Salah satu syarat pendaftaran beasiswa Fulbright memang adanya rekomendasi dari dosen pembimbing. Dosen akan membimbing kita mengisi form yang sudah disediakan template-nya di website AMINEF. Nah, tips untuk mendapatkan rekomendasi dari dosen pembimbing adalah menjaga komunikasi dan silaturahmi yang baik dengan dosen pembimbing kita pada studi sebelumnya, karena dosen pembimbing kitalah yang sangat mengetahui kemampuan kita selama studi dan riset.
Apakah awardee beasiswa Fulbright mendapatkan fasilitas peningkatan TOEFL, IBT dan GRE?
Iya, jadi setelah dinyatakan sebagai Fulbright awardee, AMINEF akan memberikan fasilitas pelatihan TOEFL iBT (Test of English as a Foreign Language Internet Based Test) dan GRE (Graduate Record Examination) selama dua bulan di Jakarta. Sayangnya, tidak semua awardee mendapatkan fasilitas tersebut. Kemudian, awardee diberikan kesempatan tiga kali tes untuk TOEFL iBT dan dua kali untuk GRE. Semua gratis bahkan bagi awardee yang berada di luar Jakarta, diberikan uang saku, tiket pesawat PP dan akomodasi. Saya masih ingat saya sedang hamil 8 bulan ketika tes TOEFL iBT di Jakarta untuk yang ketiga kalinya di bulan Januari 2019. Cukup melelahkan sih karena lagi hamil, tapi kalo mengingat proses panjang yang harus dilalui hingga sampai pada tahap ini adalah tidak mudah, maka lelah bolak balik Jakarta-Banjarmasin menjadi hal yang tidak ada apa-apanya.
Apa tips belajar TOEFL-iBT dan GRE selama proses beberapa kali tes tersebut mbak?
Saya termasuk salah satu awardee Fulbright yang cukup ekstra kerja keras hingga bisa mencapai nilai score TOEFL yang dibutuhkan oleh universitas-universitas di AS. Sampai sekarang saya tidak tahu sebenarnya berapa score yang saya peroleh dari beberapa kali test GRE ataupun TOEFL-iBT tersebut karena proses pendaftaran awardee Fulbright dilakukan semuanya oleh IIE (sebuah lembaga yang dipercaya oleh Fulbright untuk proses pendaftaran para awardee Fulbright dari berbagai negara). Waktu itu saya buat jadwal belajar khusus. Karena saya masih aktif mengajar dan belum ambil cuti, saya hanya punya waktu banyak di malam hari. Paling tidak dua jam sehari saya habiskan waktu buat belajar. Model tes yang berbeda antara IELTS dan TOEFL-iBT penting pula kita ketahui. Saya lebih sering terekspos dengan model tes IELTS daripada TOEFL sehingga perlu belajar bicara sendiri di depan komputer (untuk speaking test di TOEFL-iBT). Saya pribadi lebih prepare IELTS karena lebih suka interaksi dengan manusia daripada komputer pada saat speaking test. Saya juga baru tahu TOEFL-iBT saat menjadi awardee Fulbright. Jadi perkiraan saya nilai speaking saya mungkin yang masih terlalu rendah, sehingga sampai mengharuskan saya re-take tiga kali.
Apakah ada mentorship setelah menjadi awardee Fulbright, mbak?
Iya, di AMINEF ada program mentorship untuk awardee Fulbright baru. Program ini difasilitasi oleh Fulbrighter lintas angkatan. Setiap Fulbrighter boleh menjadi mentor karena sifatnya volunteer. Saya sendiri berencana untuk menjadi mentor tahun ini.
Adapun tujuan program mentorship ini dilakukan untuk membantu fulbrighter melalui proses tahapan berikutnya setelah mereka resmi menjadi awardee, yang mana setelah menjadi awardee, mereka akan mendaftar ke kampus-kampus yang dituju. Tentunya mereka juga harus menulis esai personal statement sebagai salah satu syarat untuk mendaftar ke kampus tujuan. Walaupun saat mendaftar beasiswa Fulbright telah membuat personal statement namun saat mendaftar ke kampus tujuan personal statement ini diperbaiki dan disesuaikan kembali. Saya sendiri sangat terbantu dengan program ini.
Terimakasih mbak Netty atas sharing ceritanya dan insight yang diberikan dalam mempersiapkan pendaftaran beasiswa Fulbright.
Terimakasih kembali. Semoga sekilas cerita saya ini dapat memberikan sedikit gambaran mengenai persiapan pendaftaran beasiswa Fulbright. Semoga bermanfaat.
Yuk, persiapkan dari sekarang persyaratan beasiswa Fulbright!
Artikel ini adalah hasil wawancara oleh Putri Wulansari yang kemudian diedit oleh Roudhotul Anfalia dan Wawat Srinawati untuk PhD Mama Indonesia. Netty Herawaty dapat dihubungi di email netty.ulm@gmail.com.