Site icon phdmamaindonesia

Cerita dari Timur : Mengejar Cita – Cita Membangun NTT Hingga ke Ujung Dunia

Kali ini saya berkesempatan untuk mengobrol bersama Stela Nau, salah seorang penerima beasiswa S2 program Chevening 2019/2020. Stela berkesempatan berkuliah di Goldsmith, University of London mengambil program Politics Communication yang telah diselesaikannya hanya dalam waktu kurang lebih satu tahun. Berikut adalah hasil bincang singkatnya.

Hai Kak Stela, perkenalkan aku Riva. Terimakasih sudah mau berbagi dengan PhD Mama Indonesia. Sepulang dari UK, apa kesibukan kak Stela saat ini?

Halo Riva, thank you for having me. Nama aku Stela Nau, biasa dipanggil teman – temaen Stela dan sekarang kerja di Grab Indonesia sebagai Head of Public Affairs. Selain itu, aku aktif untuk kegiatan komunitas yang aku buat sejak tahun 2018 yaitu NTT Muda. Ditambah baru saja aku mendapat kepercayaan untuk menjadi President of Chevening Alumni Association Indonesia untuk tahun 2021 – 2023. Kegiatan lainnya aku jadi pemateri atau moderator di beberapa webinar.

Sukses Kak Stela untuk NTT Muda dan selamat atas amanah barunya sebagai President of Chevening Alumni Association Indonesia. Boleh cerita perjalanan kakak mendaftar beasiswa Chevening?

Jadi awalnya aku kuliah di Hubungan International, Universitas Parahyangan. Pada waktu itu aku lihat teman-teman bisa ngomong cas cis cus Bahasa Inggris. Aku merasa minder sekali, dan aku tidak bisa ikut MUN (Model United Nation) ataupun pertukaran pelajar lainnya. Kemampuan Bahasa Inggrisku cuman sebatas bisa mengerjakan soal multiple choice sedangkan untuk ngomong masih kurang. Namun saat itu, aku coba melawan rasa takut dengan memberanikan diri untuk bertanya ke senior yang baru pulang dari Harvard MUN. “Bagaimana sih kak caranya bisa ngomong Bahasa Inggris?”. Lalu aku dibantu untuk menumbuhkan kepercayaan diriku dengan membaca The Jakarta Post atau artikel berbahasa Inggris lainnya di depannya sambil dibetulkan pelafalannya dalam Bahasa Inggris.  Saat lulus dari kampus, aku bingung mau jadi apa. Jika ingin jadi diplomat Bahasa Inggrisku belum mumpuni, tapi kalau bekerja di perusahaan atau jadi pegawai bank menurutku ruang kesempatan untuk berbicara bahasa Inggris kurang. Aku tidak bisa banyak mempraktekan Bahasa Inggrisku. Kebetulan waktu itu ada senior aku yang jadi reporter. Aku bertanya mengenai seleksinya yang ternyata ada praktek membaca berita dengan Bahasa Inggris gitu didepan kamera. Aku semakin semangat belajar dan akhirnya aku bisa diterima.

Berhentilah untuk menghakimi diri sendiri dan membandingkannya dengan orang lain karena kita sudah banyak dihakimi oleh orang lain.

Singkat cerita waktu itu cuman masih berpikir bagaimana caranya bisa keluar negeri saja, belum terpikir untuk S2. Pada tahun kedua jadi reporter aku dapat kesempataan untuk fellowship di VOA Washington DC. Setelah 1 tahun disana, pemikiranku semakin terbuka dengan hal – hal baru. Semakin percaya diri dan berpikir bahwa aku yakin aku bisa S2 di luar negeri.

Sepulang dari Amerika aku memutuskan untuk mencari beasiswa. Awalnya aku daftar LPDP di tahun 2018 tapi gagal di psikotes online.  Saat itu sedih dan kecewa karena belum bisa menerima kegagalan. Tapi bersyukur sedihnya tidak berlarut – larut karena setelah kegagalan tersebut aku memutuskan untuk bikin NTT Muda. Tujuannya untuk mengumpulkan pemuda NTT yang pernah S2 di luar negeri untuk berbagi pengalaman studi mereka kepada anak – anak NTT lainnya. Mulai dari situ aku mulai semangat lagi untuk mengejar kuliah S2 ke luar negeri. Aku bertemu orang – orang yang menginspirasiku di NTT Muda dan aku banyak belajar dari pengalaman mereka pada saat mendaftar beasiswa hingga akhirnya aku lolos beasiswa Chevening.

Lalu, apa alasan Kak Stela mendaftar beasiswa Chevening?

Aku mendaftar Chevening karena fokus aku bukan lagi belajar di negara mana, tapi mencari kampus yang bisa menawarkan spesifikasi yang aku butuhkan. Aku ambil Politics Communication di Goldsmiths, University of London yang merupakan salah satu kampus komunikasi terbaik di dunia dan di UK.  Menurutku S2 itu bisa di mana aja, karena tujuannya mau cari ilmunya bukan negaranya, begitu yang aku tulis di esai. Bagaimana kampus itu bisa memberikan ilmu yang bisa bermanfaat buat aku dan orang – orang disekitarku. Kenapa waktu itu aku gagal di LPDP ke Amerika karena memang aku belum bisa memberikan alasan yang jelas kedepan. Kita harus tahu mengapa kita butuh gelar Master, apa kepentingannya untuk masyarakat, negara, dan bahkan untuk pemberi beasiswa.

Alasan yang konkret adalah key point yang ditulis Kak Stela di esai. Boleh berbagi tips cara menulis esai untuk beasiswa Chevening, Kak?

Ketika kita daftar beasiswa Chevening akan ada beberapa tahapan yaitu esai, surat rekomendasi, Letter of Acceptance dan wawancara. Pada tahapan esai, dengan masing – masing esai maksimal 500 kata, yang terdiri dari Networking skill; Leadership; Why study in the UK; dan Future career plan. Menurutku esai adalah tahapan yang paling krusial karena sebagai penentu kita untuk tahapan selanjutnya. Maka perlu diperhatikan pada saat kita submit aplikasi online untuk Chevening yaitu:

  1. Jangan submit diwaktu yang mepet, karena jika terjadi gangguan pada sistem dan itu terjadi ketika deadline kita tidak punya waktu yang banyak untuk mengulang atau memperbaikinya.
  2. Minta bantuan teman 2 atau 3 teman untuk mengecek kembali apa yang sudah kita submit di aplikasi online. Apakah ada yang terlewatkan atau tidak. Apakah ada yang kurang dalam pengisiannya ataupun salah dalam pengisiannya. Mereka yang akan mengingatkan jika hal tersebut terjadi untuk kita bisa perbaiki dengan baik .
  3. Jangan lupa untuk mengecek ulang satu persatu setiap isian sebelum sampai akhirnya sumbit dan juga jangan lupa berdoa.

Kemudian tips dalam penulisan esai:

Apa hal yang paling Kak Stela syukuri ketika mendapatkan kesempatan untuk belajar di luar negeri khususnya di UK?

Tentunya saat aku menjadi awardee beasiswa Chevening, menjadi salah satu dari enam puluh tiga yang terpilih dari 6000 pendaftar di 2019 secara nasional dan menjadi 1000 yang terpilih dari 52.000 pendaftar secara global yang berarti 3% dari pendaftar tersebut.

Kedua, bisa ditengah – tengah keluarga PPI UK, yang sangat luar biasa yang buat aku sadar bahwa orang Indonesia itu keren – keren. Bayangkan kalo semua talent management di Indonesia seperti itu, pasti akan keren banget kemajuan di Indonesia. Aku patahkan stigma “kalau keluar negeri jangan main sama orang Indonesia karena tidak bisa berkembang”. Aku rubah menjadi “kalau keluar negeri mainlah sama semua, baik orang Indonesia atau orang asing, karena dari mereka kita bisa belajar dan mendapatkan banyak pandangan untuk hidup kita kedepan”.

Ditambah bersyukur ketika awalnya mendaftarkan diri menjadi calon ketua PPI UK agar bisa muncul di sosial media tanpa ekspektasi tapi dapat kepercayaan menjadi Ketua PPI UK 2019/2020 bisa menjadi Ketua PPI UK Perempuan Kedua, membawa nama NTT Muda dan mematah stigma triple minoritas; perempuan, berasal dari Timur dan nasrani. Terima kasih teman – teman di UK yang sudah memberikan kepercayaan dan memberikan kenangan serta pelajaran yang begitu berarti.

Terakhir, adakah Kak pesan untuk perempuan Indonesia yang ingin mengejar mimpinya?

Untuk teman – teman perempuan Indonesia, berhentilah untuk menghakimi diri sendiri dan membandingkannya dengan orang lain karena kita sudah banyak dihakimi oleh orang lain. Dan tidak perlu melihat pencapaian orang lain untuk membuat kita jadi menjatuhkan diri kita sendiri, cukup jadikan itu motivasi kita untuk lebih baik karena setiap orang punya perjalanan hidup masing – masing. 

Jangan pernah melakukan segala sesuatu karena orang lain, ataupun untuk membuktikan kalau kamu bisa ke orang lain. Lakukan itu untuk dirimu sendiri. Selalu peluk kegagalan,  anggap itu proses perjalanan hidup. Karena semua orang pernah gagal, bahkan Jokowi sekalipun, tapi tentunya dengan privilege masing – masing. Sakit hati boleh tapi jangan sampai itu menghambat kita dalam mengejar mimpi. Build your support system. Hal tersebut sangat penting selama perjalanan aku, sebagaimana upaya aku mengejar cita cita. Tapi itu tidak pernah lepas dari dukungan teman- teman dan orang tuaku. Karena tidak semua orang percaya sama mimpi kita atau yang mau menolong kita dan yang mau memberikan masukan juga memberikan pandangan. Carilah mentor dan support system yang akan selalu mendukung kita dalam keadaan apapun.

* Ditulis oleh Riva Suada untuk PhD Mama Indonesia

Exit mobile version