Site icon phdmamaindonesia

PhD Mama Novi: Sekolah menyenangkan adalah hak seluruh anak Indonesia

Mbak Novi, apa saja kesibukan sekarang? 

Kesibukan saya setelah kembali ke Indonesia tentu saja menjalankan 3 darma perguruan tinggi yaitu mengajar, meneliti dan melakukan pengabdian masyarakat. Saya kembali mengajar psikologi perkembangan di Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Nah selain itu, untuk pengabdian masyarakat kebetulan karena ada Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), maka saya terus bekerja sosial bersama para guru guru, volunteer orangtua juga mahasiswa untuk bersama sama mengembalikan sekolah Indonesia menjadi tempat yang menyenangkan dan manusiawi buat anak-anak Indonesia.

Biasanya saya akan keliling ke sekolah sekolah dasar yang menjadi jejaring untuk berbagi tentang sekolah menyenangkan dan manusiawi abad 21, kompetensi apa yang mesti dimiliki oleh anak-anak dan juga bagi guru.

Di bulan Mei yang lalu GSM bekerja sama dengan Clayton North Primary School (CNPS), sekolah anak kami di Melbourne dulu, mengadakan workshop selama 5 hari bagi 75 guru dan kepala sekolah calon sekolah model yang telah lolos seleksi di Yogyakarta.

Sekolah model ini akan didampingi untuk membuat perubahan dari penciptaan lingkungan belajar yang positif, pelibatan anak-anak dalam proses pendidikan dan belajar, pelibatan komunitas dan orangtua, manajemen kelas, pengajaran menyenangkan abad 21 juga model assesmennya.

Perubahan ini nantinya akan diriset bersama oleh UGM dan juga Monash University. Semua aktivitas ini alhamdulillah bisa terlaksana karena gotong royong semua pihak. CNPS membiayai sendiri para gurunya, demikian juga Monash dan UGM, serta para guru iuran untuk membiayai workshopnya.

Seusai workshop bersama salah seorang guru dari Melbourne yang berbagi ide, ilmu dan pengalaman tentang sekolah menyenangkan

Boleh cerita sedikit tentang proses kelahiran Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM)? Apa tujuan utama dari GSM?

GSM berdiri tahun 2013 ketika saya dan mas Rizal (suami) studi di Melbourne. Gerakan ini lahir karena kami melihat ada gap antara pendidikan di Indonesia dan pendidikan di negara Australia.

Saat itu kami menyaksikan betapa anak anak sangat bahagia di sekolah dan memiliki antusiasisme tinggi sebagai pembelajar mandiri.

Mereka juga diberi ruang oleh sekolah dalam mengembangkan kompetensi uniknya. Kami juga melihat bagaimana pendidikan dasar juga mestinya adalah waktu dimana ditumbuhkan kecintaan anak anak pada belajar, ilmu pengetahuan, sumber-sumber belajar, serta tak lupa menumbuhkan karakter-karakter poistif dalam diri anak-anak. Kondisi ini berbeda dengan kebanyakan sekolah di Indonesia yang kami temui (terutama sekolah negeri).

Mungkin sudah banyak juga sekolah menyenangkan seperti sekolah anak-anak kami di Melbourne, namun biasanya kalau di Indonesia itu harganya mahal dan hanya bisa diakses oleh masyarakat menengah ke atas.

Di sela-sela kesibukan thesis, saya luangkan untuk selalu sit-in di kelas anak anak dan menjadi volunteer orangtua agar saya dapat belajar dari sekolah tersebut. Karena itulah kami ingin membawa pulang ilmu tersebut untuk kami bagi kepada para guru di Indonesia lewat GSM.

Saya ingin semua anak Indonesia bisa menikmati suasana kelas yang menyenangkan yang dapat membantu mereka menikmati proses belajarnya di sekolah

Awalnya itu berangkat dari sebuah program sederhana bernama ‘Berbagi Satu Mimpi’. Kami kumpulkan cerita-cerita tentang praktek baik pendidikan Australia yang ditulis oleh para orangtua yang diantaranya juga adalah mahasiswa PhD Indonesia yg ada di Australia. Cerita itu lalu diterbitkan dalam buku berjudul ‘Sekolah itu Asyik’.

Saat ini kami juga akan mempublish satu buku lagi berjudul ‘Sekolah nir Kekerasan: Inspirasi dari 4 Benua’.

Sejak itu kami bergerak membagikan praktek baik tersebut untuk sekolah di Indonesia sampai beberapa sekolah melakukan perubahan dan membuat jejaring atas inisiatif sendiri.

Jadi GSM adalah gerakan akar rumput pendidikan bertujuan menjadikan sekolah Indonesia menjadi tempat menyenangkan dan manusiawi untuk belajar anak anak Indonesia, untuk menumbuhkan kompetensi abad 21 (kreatif, kolaborasi, berpikir kritis dan komunikasi).

Seperti apa mbak menggambarkan kondisi pendidikan di Indonesia — apa sajakah kekuatan dan kelemahannya, serta potensi ke depan?

Selain aksesibilitas yang tidak merata, kualitas pendidikan yang tidak merata pun menjadi isu.

Pendidikan Indonesia secara umum masih berorientasi pada hasil bukan proses (makanya nilai sangat penting di Indonesia), pendidikan Indonesia juga masih untuk tujuan standarisasi bukan pengembangan kompetensi (makanya masih banyak testing-testing/ulangan), pendidikan kita juga masih mengutamakan kognitif bukan kompetensi utuh dan terakhir pendidikan kita masih berpusat pada guru belum berpusat pada anak anak sebagai pembelajar.

Padahal kita memiliki kekuatan luar biasa yaitu anak-anak Indonesia yang potensial, guru guru yang ingin melakukan perubahan serta kekayaan budaya yang luar biasa yang dapat memperkaya konsep pendidikan Indonesia.

Kelemahannya: sistem birokrasi yang masih lemah. Pemerintah selalu menyatakan bahwa pendidikan adalah yang utama namun bebarengan dengan itu terobosan yang dibuat pun belum optimal.

Pak mantan Menteri Anies Baswedan sebetulnya sudah memberikan dukungan untuk gerakan sekolah menyenangkan yang ikut menyemangati kami untuk terus bergerak dari bawah.

Nah sekarang dengan pergantian Menteri, apakah mewujudkan sekolah menyenangkan tetap menjadi salah satu fokus kebijakan atau tidak, saya tetap yakin anak-anak Indonesia membutuhkannya.

Sekolah semestinya mampu menjadi rumah kedua bagi anak anak kita. Dan kita tidak sedang bicara satu, dua, tiga atau puluhan sekolah yang telah menyenangkan, kita berbicara tentang sebagian besar sekolah di Indonesia.

Terkait ide sekolah penuh hari (full day school), menurut saya tak apa sekolah lebih lama asal membuat anak anak bahagia. Namun pernahkan kita bertanya apa yang membuat mereka bahagia dan tak bahagia di sekolah? Kadang banyak hal tak terpikirkan dari sudut pandang mereka.

Ekspresi antusias anak-anak saat belajar dengan cara yang lebih menyenangkan

Apa saja rintangan/tantangan yang dihadapi GSM? Apa harapan mbak ke depannya?

Tantangannya adalah mindset lama yang dimiliki oleh para pendidik, orangtua dan masyarakat bahwa pendidikan yang berkualitas adalah yang berstandarisasi melalui ujian dan anak-anak yang hebat adalah anak-anak yang pintar secara akademis.

Ke depan kami berharap GSM mampu mengubah mindset bahwa setiap anak adalah manusia yang memiliki keunikan untuk dikembangkan, oleh karenanya nilai bukan segala-galanya.

Kami berharap sekolah Indonesia ke depan adalah tempat menumbuhkan manusia manusia yang berjiwa, peduli pada lingkungannya juga mampu memberi manfaat pada sekitarnya. Bukan manusia yang memiliki nilai akademik tinggi namun kering jiwa dan tak peduli dengan sekitarnya.

Juga mindset bahwa guru Indonesia itu ‘kurang pintar’ sehingga tidak sanggup membuat inovasi, imbasnya adalah pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah selalu top-down.

Ada banyak guru Indonesia yang memiliki kreativitas dan kemampuan menginspirasi, oleh karenanya ke depan GSM berharap mampu membantu para guru bahwa sejatinya mereka adalah juga pembelajar yang mampu berinovasi dan mengispirasi.

Salah satu sesi saya bersama para guru yang bersemangat untuk perubahan demi anak-anak didiknya

Tiga kata yang paling pas untuk menggambarkan perempuan?

Perempuan adalah.. sumber kehidupan, kekuatan dan kebijaksanaan.

Kanti, buat saya pribadi mengetahui banyak hal tentang bangsa ini membuat saya merefleksi bahwa perjalanan sebagai PhD student sekaligus PhD yang seorang ibu bukan sekadar perjalanan meraih sebuah gelar doktor.

Tapi bagi saya perjalanan saya sebagai PhD adalah perjalanan spiritual yang justru mengingatkan bahwa gelar doktor pun tidak akan berarti apa apa jika kita tidak melakukan sesuatu yang sangat sederhana yang dibutuhkan bangsa kita.

Terima kasih mbak Novi!

Thanks Kanti buat kesempatannya. Sukses selalu.

Exit mobile version